RottenTomatoes: 87% | IMDb: 6,9/10 | Metascore: 79/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5
Rated: R | Genre: Sci-fi, Adventure, Drama, Horror
Directed by Alex Garland ; Produced by Scott Rudin, Andrew Macdonald, Allon Reich, Eli Bush ; Screenplay by Alex Garland ; Based on Annihilation by Jeff VanderMeer ; Starring Natalie Portman, Jennifer Jason Leigh, Gina Rodriguez, Tessa Thompson, Tuva Novotny, Oscar Isaac ; Music by Ben Salisbury, Geoff Barrow ; Cinematography Rob Hardy ; Edited by Barney Pilling ; Production company Skydance Media, DNA Films, Scott Rudin Productions ; Distributed by Paramount Pictures (North America and China), Netflix (International) ; Release date February 13, 2018 (Regency Village Theater), February 23, 2018 (United States), March 12, 2018 (United Kingdom) ; Running time 115 minutes ; Country United Kingdom, United States ; Language English Budget $40–55 million
Story / Cerita / Sinopsis :
Lena (Natalie Portman), seorang ahli biologi mengikuti sebuah ekspedisi ke dalam "The Shimmer", sebuah area yang tampaknya terkontaminasi sesuatu yang misterius.
Review / Resensi :
Annihilation adalah salah satu film yang banyak diperbincangkan awal tahun ini. Pertama, karena film ini membuat penonton kebingungan setelah menontonnya. Kedua, karena dugaan film ini membingungkan penonton dan dianggap "terlalu rumit dan intelektual" untuk dimengerti penonton awam, membuat rencana merilis film ini di bioskop jadi gagal dan akhirnya hanya dirilis internasional melalui Netflix (film ini cuma tayang terbatas di Amerika Serikat dan Kanada). Hal ini cukup disayangkan karena pastinya menyenangkan menonton film action sci-fi semacam ini di layar lebar. Alex Garland, sang sutradara sekaligus penulis naskah yang terkenal berkat film-film sci-finya semacam 28 Days Later (2002) dan Ex-Machina (2015), juga mengaku kecewa dengan keputusan untuk dirilisnya Annihilation "hanya" lewat Netflix karena ia memang merencanakan dan membuat film ini untuk ditayangkan di bioskop. Tapi keputusan Paramount untuk merilisnya lewat Netflix patut dimengerti, karena Annihilation adalah tipikal film sci-fi yang ga bakal disukai penonton mainstream yang level film sci-finya mentok di film Interstellar (2014) (maybe it's because Nolan power!).
Biarpun berdasarkan novel karangan Jeff VanderMeer yang berjudul sama, film Annihilation sendiri merupakan adaptasi bebas yang cukup beda dengan novel ori-nya. Novelnya sendiri adalah sebuah trilogi, sementara setahu saya Alex Garland tidak berencana menjadikan Annihilation sebuah trilogi. Doi bahkan ga baca kedua novel berikutnya dan cuma membaca sekali novel ori-nya (katanya Garland bilang Annihilation versi-nya adalah versi "dream-like" dari novelnya). Hal ini juga tentu bikin ending film ini akan berbeda dengan novelnya. Annihilation bercerita tentang Lena (Natalie Portman), seorang professor biologi yang tengah bersedih ketika suaminya, Kane (Oscar Isaac) yang bekerja di militer menghilang selama 1 tahun. Hingga akhirnya tiba-tiba suaminya pulang, dalam keadaan tidak bisa mengingat apapun, dan mendadak sekarat dengan kerusakan organ parah dalam tubuhnya. Kemudian Lena mengetahui bahwa suaminya baru saja keluar dari "The Shimmer", sebuah area terkarantina yang diselubungi semacam gelembung sabun yang aneh yang tumbuh semakin lama semakin besar. Sudah 11 tim ekspedisi dikirim ke sana, tanpa ada yang keluar dengan selamat, kecuali suami Lena, si Kane. Berniat menyelamatkan hidup sang suami, Lena kemudian mengikuti ekspedisi ke dalam The Shimmer pimpinan Dr. Ventress (Jennifer Jason Leigh), untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi.
Yang saya suka dari film-film sci-fi adalah karena genre ini memberikan ruang eksperimen kepada para filmmaker untuk membuat kita penonton bisa berimajinasi lebih luas tentang alam semesta yang kita tahu. Dalam kasus Interstellar, misalnya, film ini mengajak penonton untuk menyukai pelajaran fisika yang tampaknya membosankan kalau dijelaskan guru fisika ga visioner di dalam kelas. Film lain soal fisika alam semesta yang saya rekomendasikan untuk ditonton adalah Contact (1994) (tapi versi bukunya - ditulis oleh astrophysics Carl Sagan - jauh lebih mengesankan, mungkin karena detailnya bisa lebih tereksplor lewat novel). Ada lagi Blade Runner 2049 (2017), yang mengajak kita untuk mempertanyakan hal-hal filosofis mendalam soal apa yang bisa disebut manusia dalam bentuk studi kasus kala manusia bisa "memproduksi" manusia buatan, dan Arrival (2016) yang membuat kita punya sudut pandang baru soal bahasa dan waktu. Sedangkan Annihilation, adalah sebuah kemasan populer untuk kita jadi menyukai pelajaran biologi, atau dalam hal ini spesifik tentang pengetahuan mengenai sel, gen, mutasi DNA, kanker, dan penuaan.
Menonton Annihilation membuat saya teringat akan-akan film-film klasik sci-fi lainnya semacam Alien dan Predator, namun dalam versi yang lebih psychedelic. Ini seperti film sci-fi yang cocok kalau dijadikan video klipnya Pink Floyd, Tame Impala, atau MGMT. Ada kesan-kesan sureal - terutama pada bagian puncaknya yang akan membuat alis saya terangkat sambil berucap, "Maksude opo iki?". Kesan sureal halusinasi yang absurd dan penuh ambiguitas ini yang membuat Annihilation berakhir dengan diskusi hangat oleh para penontonnya (terutama mereka kaum nerd yang akan berkumpul membahas maksud film ini dengan semangat). Namun tentu saja ga semua orang suka film-film absurd ga jelas semacam ini. Interstellar, sebagai perbandingan, adalam film yang cukup kompleks, namun tidak punya kesan absurd nan sureal sehingga relatif disukai oleh para penonton yang bisa dengan mudah memahami maksud filmnya dengan membaca penjelasannya di internet. Sementara Annihilation bisa diinterpretasi dengan banyak cara yang berbeda. Di lain sisi, Annihilation juga mengingatkan saya dengan film Arrival (2016), yang akan saya jelaskan di artikel saya selanjutnya tentang penjelasan film ini.
Biarpun bisa dikatagorikan sebagai film action, Annihilation sendiri lebih terasa seperti film mystery & suspense karena kesan thriller-nya yang dominan. Dan sudah tahu donk film-film yang intens dan misterius macam begini adalah sukaan saya selalu. Bergerak cepat di bagian awalnya, justru setelah masuk ke dalam The Shimmer, Annihilation malah terasa lambat - in a good way. Kita dibuat excited, penasaran sekaligus ketakutan dengan makhluk-makhluk hidup aneh di dalam The Shimmer. Alex Garland juga piawai menampilkan adegan-adegan yang menimbulkan kesan unsettling. Sampai di sini penonton biasa mungkin akan dibuat happy, sebelum akhirnya tiba di bagian climatix scene yang membingungkan dan mengacaukan pikiran. Pernah nonton film misteri yang ketika misterinya terkuak justru tambah bikin bingung? Nah, Annihilation adalah salah satunya.
Anyway, kalaupun ada satu kekurangan, saya merasa technical aspect alias efek-efek CGI-nya terasa janggal dan ga alami (Adegan meteor nabrak light house? Adegan-adegan di bagian klimaks? Pohon-pohon es di pinggir pantai?). Tapi mungkin emang sengaja dibikin agak ga alami karena filmnya sendiri tentang sesuatu yang "ga alami".
Overview:
Annihilation adalah film yang sangat menarik, sekaligus sangat membingungkan. Seperti gabungan antara Alien dan Predator dalam versi hallucinatory-psychedelic yang sureal nan absurd. Agak disayangkan ketika filmnya ga ditayangkan di bioskop (padahal asyik banget kalo bisa nonton ini di layar lebar), namun bisa dimaklumi karena filmnya mungkin terlalu rumit untuk audiens mainstream. Alex Garland berhasil menyuguhkan film action sci-fi yang cukup intens, bikin excited sekaligus tegang dan unsettling, dengan ending yang membuat kita ingin berdiskusi dan mengira-ngira apa yang sesungguhnya terjadi.
Btw, penjelasan saya soal film Annihilation sudah saya tulis di artikel berikut ini.
Btw, penjelasan saya soal film Annihilation sudah saya tulis di artikel berikut ini.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTapi Portman dewasa kesannya jadi melankolis banget deh ya
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus