Blue Ruin (2013) (4,5/5)


"I'd forgive you if you were crazy, but you're not. You're weak,"

RottenTomatoes: 96% | IMDb: 7,1/10 | Metacritic: 77/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5

Rated : R
Genre: Thriller, Mystery & Suspense

Directed by Jeremy Saulnier ; Produced by Macon Blair, Tyler Byrne, Richard Peete, Vincent Savino, Alex Orr, Anish Savjani ; Written by Jeremy Saulnier ; Starring Macon Blair, Devin Ratray, Eve Plumb ; Music by Brooke Blair, Will Blair ; Cinematography Jeremy Saulnier ; Edited by Julia Bloch ; Release dates May 17, 2013 (Cannes), April 25, 2014 (US) ; Running time 90 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $420,000

Story / Cerita / Sinopsis :
Seorang pria (Macon Blair) kembali ke kota asalnya untuk membalaskan dendam atas kematian orangtuanya.

Review / Resensi :
Kemanakah pembalasan dendam akan membawamu?
Kira-kira itulah yang hendak dieksplorasi oleh sutradara Jeremy Saulner dalam film berdurasi 90 menit ini. Namun, film yang menjadi contoh keberhasilan pendanaan melalui crowdfunding lewat Kickstarter ini tampaknya bukanlah film bertemakan balas dendam yang umumnya dipenuhi adegan action brutal dan seru yang memanjakan hormon testosteron pria. Sebaliknya Jeremy Saulner membawa Blue Ruin dalam nuansa indie yang kental, dengan fokus utama membangun atmosfer thriller yang menegangkan dan terasa realistis. Apa yang dilakukan Jeremy Saulner sedikit banyak akan mengingatkanmu pada gaya Coen Brothers. Segmented? Jelas iya. But is it good? Hell yeah! 

Jeremy Saulner membuka Blue Ruin dalam 10 menit pertama melalui pengenalan karakter Dwight (Malcolm Blair), dengan mobil Pontiacnya yang sudah bobrok dan berkarat, menjalani hidup yang boleh dikatakan tidak layak. Mengais-ngais sampah untuk mencari makanan, dan numpang mandi di rumah orang. Adegan-adegan awal yang minim dialog dan berjalan pelan ini jelas adalah introduksi yang membosankan bagi sebagian orang, namun perlahan tapi pasti Jeremy Saulner meningkatkan tensi film dalam sisa filmnya - termasuk dalam klimaksnya yang cukup membuat gigi ini ngilu. Jika kamu sedikit bersabar, dengan baik Jeremy Saulner kemudian akan membawa kita untuk mengenali Dwight dan motivasinya lebih dalam, dan twist demi twist akan menguakkan misterinya. Jeremy Saulner akan mengantarmu kepada situasi dilematis soal balas dendam. Apakah balas dendam itu menyenangkan? Mungkin iya. Tapi apakah konsekuensinya sepadan?

Seperti yang saya telah katakan di awal, Blue Ruin adalah contoh film indie yang sangat segmented. Kekuatan utama Blue Ruin justru hadir pada betapa sunyinya film ini - menjadikannya sebuah film bertemakan vengeance yang terasa realistis dan emosional. Lihat saja adegan pembunuhan pertamanya yang memang tetap penuh darah dan sadis, namun dihadirkan seolah-olah dalam momen yang anti-klimaks dan realistis. Jeremy Raulner juga menjadikan Blue Ruin sebagai sebuah thriller movie yang menegangkan dan membuat jantung ini berdebar, seperti film-film thriller / noir klasik, sebagai contoh pada adegan ketika Dwight bersembunyi dalam rumah saat dua orang sedang mengincarnya.

Tokoh Dwight adalah kekuatan utama yang menjadikan perjalanan Blue Ruin terasa menegangkan. Dwight is just one of us. Seorang antihero tanpa kekuatan apa-apa. Ia bukanlah Bryan Mills, seorang pensiunan agen CIA pada film Taken atau John Wick. He is just a regular guy - yang cenderung terlihat lemah, menyedihkan, loser dan seringnya bertindak ceroboh dan tanpa perencanaan. Satu-satunya kekuatan yang menuntunnya adalah rasa marah dan balas dendam yang ia rasakan. Kehadiran Dwight, yang diperankan dengan baik oleh Macon Blair yang awalnya terlihat seperti Zach Galifianakis dengan rambut gondrong dan jenggot tidak terawatnya, seolah-olah menjadi tokoh yang mewakili kebanyakan orang - membuat kita bisa begitu emosional merasakan persis apa yang ia rasakan. Marah, takut, panik, hingga sedih. Ia berada di perbatasan abu-abu: is he a bad guy or just a good guy who did the bad thing? Dihadirkannya tokoh Ben, sang sahabat, kemudian menjadi sedikit penghiburan bagi film Blue Ruin yang terlalu muram (bukan tanpa arti film ini didominasi oleh warna biru). Sisipan black comedy yang diberikan adalah semacam selingan bagi betapa depresifnya situasi yang ada, termasuk lagu No Regrets dari Little While John yang menjadi lagu penutup yang terdengar begitu ironis.

Overview :
Tidak salah jika banyak orang menyebut Blue Ruin sebagai salah satu film indie terbaik tahun lalu. Melalui 10 menit pertama mungkin akan terasa berat, karena alur yang bergerak begitu lambat, namun setelahnya Jeremy Saulner akan membawamu kepada adegan-adegan balas dendam kotor yang emosional, cukup sadis, menegangkan dan realistis. Macon Blair dengan baik membawakan perannya sebagai Dwight, sang korban sekaligus pelaku, yang menjebak kita kepada situasi moral dilematis soal balas dendam. Balas dendam jelas bukan sesuatu yang menyenangkan, namun apakah bisa memuaskan - especially when we have nothing to lose? 

Komentar

Posting Komentar

Your comment is always important to me. Share di sini!