Anchorman : The Legend of Ron Burgundy (2004) & Anchorman 2 : The Legend Continues (2013)

Artikel berikut hadir dengan nuansa berbeda, berhubung semalam saya habis nonton marathon Anchorman : The Legend of Ron Burgundy dan sekuelnya Anchorman 2 : The Legend Continues, sehingga saya langsung bisa membandingkan keduanya. Di film pertamanya, saya dibuat tertawa terbahak - bahak dengan lelucon absurd dan kacaunya, namun begitu berbeda dengan saat menonton film keduanya, ketika saya dibuat susah sekali untuk tertawa. 

Why I Love The First One, 
and Hate The Sequel...


ANCHORMAN : THE LEGEND OF RON BURGUNDY (2004)

Why I Love :


Saat perilisannya tahun 2004, Anchorman : The Legend of Ron Burgundy (selanjutnya biasa disingkat Anchorman), boleh dikatakan flop di pasar. Tidak hanya sekedar mendapatkan kritikan cukup pedas dari pada kritikus film, namun animo penonton kala itu untuk menontonnya di bioskop juga tidak cukup besar. Tapi ada yang mengejutkan ketika video home-media-nya dirilis, Anchorman kemudian menjadi sangat populer dengan cara mereka sendiri, hingga kemudian seiring waktu menyandang predikat cult comedy classic (kasus yang sama seperti film Coen Brothers The Big Lebowski (1998, dibintangi Jeff Bridges), yang gagal di bioskop, tapi kemudian seiring waktu sukses dan punya banyak massa yang menyukai filmnya). Tampaknya, lelucon Anchorman tidak cocok untuk ditonton di bioskop, namun lebih sesuai ditonton bersama-sama di waktu santai dengan teman-teman. 

Anchorman bercerita tentang Ron Burgundy (Will Ferrell), seorang pembaca berita (anchorman) lokal yang terkenal di San Diego di era 70-an. Dalam membacakan beritanya, Ron Burgundy ditemani oleh keempat rekannya : pembawa acara olahraga Champ Kind (David Koechner), reporter lapangan Brian Fantana (Paul Rudd) dan weatherman Brick Tamland (Steve Carrell). Konflik kemudian terjadi ketika masuknya reporter baru perempuan, Veronica Corningstone (Christina Applegate) yang mengancam popularitas Ron Burgundy dan teman-temannya. And some stupid things are going to happen... 

Saya tidak menyalahkan para penonton pada waktu itu yang kemungkinan besar masih gagal paham dengan lelucon - lelucon yang dimiliki Anchorman, yang naskahnya dikerjakan oleh Will Ferrell dan Adam McKay. Awalnya, saya juga tidak paham dengan unsur humor yang ada - yang membuat selama 15 menit bertanya - tanya dimana letak kelucuannya. Namun, seiring berjalannya film - dan ketika kamu sudah mulai terbiasa dengan selera humor yang ada: absurd, tidak logis, dan agak ngaco - saya akhirnya menyadari betapa saya mulai tertawa keras. Hal yang kamu harus siapkan saat menonton Anchorman adalah, singkirkan semua unsur logika dari kepalamu, dan kamu akhirnya bisa menerima Anchorman sebagai salah satu film parodi komedi yang asli kocak parah. (Belakangan saya juga menyadari bahwa menonton ini untuk kedua kalinya, film ini masih tetap lucu...).

Letak pesona Anchorman memang terletak pada Will Ferrell sebagai sang aktor utama, yang kemudian menjadikan Ron Burgundy sebagai karakter yang begitu lekat dengan Will Ferrell (sebagaimana Ben Stiller dengan Zoolander). He is one of love and hate comedian, banyak yang suka - tapi banyak juga yang nggak suka. Saya sih selalu merasa Will Ferrell cukup menghibur, jadi saya tidak keberatan dengan aktingnya yang macam overacting dan lebay di sini. Ron Burgundy sebagai karakter sentral adalah karakter yang mudah untuk dibenci: dia arogan dan seenaknya sendiri, tapi entah bagaimana karakternya masih tetap layak menjadi karakter utama yang membuat kita cukup peduli. Mungkin karena dia kelewat bodoh, sehingga tidak seharusnya kita menganggap serius kelakuannya. Tapi lelucon Anchorman tidak cuma hadir melalui Will Ferrell, karena aktor yang lain juga ngaconya sama parahnya - mulai dari Paul Rudd, David Koechner, Steve Carrell (paling kocak nih), Fred Willard, hingga Vince Vaughn. Jangan lupakan juga Christina Applegate yang tampil cukup mencuri perhatian sebagai karakter perempuan - walau sayang karakternya terlalu normal. But every comedy should need at least one normal character to show another dumb character that they are dumb. 

Yang menjadikan Anchorman kemudian menjadi cult, mungkin karena Anchorman dipenuhi lelucon - lelucon ikonik dan epik. Mulai dari quote "I love lamp..." dari Steve Carrell, guyonan tentang Dorothy Mantooth,  adegan Jack Black menendang anjing Ron si Baxter dari atas jembatan, perkelahian antara Ron dan Veronica, dan tentu saja pertempuran dahsyat sesama pembawa acara yang berjalan sangat ngaco dan ngarang abis. Memang, sebagian leluconnya kadang tidak tepat sasaran, dan beberapa jokenya juga sangat male chauvinist - tapi tampaknya itu memang menjadi semacam parodi dari situasi sosial yang ada tahun itu. Jangan lupakan juga bahwa daya tarik Anchorman yang lain ada pada cameo - cameo yang porsi kemunculannya sedikit tapi sangat menarik, mulai dari Jack Black, Luke Wilson, Ben Stiller hingga Tim Robbins.  



ANCHORMAN 2 : THE LEGEND CONTINUES (2013)
Why I hate :


Diproduksi hampir sepuluh tahun sejak film aslinya yang belakangan menjadi sangat populer dan disebut - sebut sebagai salah satu film komedi terbaik dekade 2000-an. Anchorman 2 menimbulkan ekspektasi yang cukup tinggi bagi para penonton dan terutama,fans-nya. Kesuksesan film pertamanya hadir berkat naskah dan improvisasinya yang cukup orisinil dan sangat ngawur (in a good way, tough), lantas bisakah Anchorman 2 mengulangi kesuksesan yang sama ? Sayangnya tidak sama sekali. I would like to say that it's painful for me to watch the sequel... Really - really awful. 

Anchorman 2 masih menyoroti kehidupan Ron Burgundy pada era tahun 80-an, ketika ia kemudian dipecat dari tempatnya bekerja. Pemecatannya justru membuat karir Veronika, sang istri, naik - dan akhirnya mereka harus berpisah karena keegoisan Ron. Ron kemudian direkrut di sebuah channel berita TV 24 jam, yang diterimanya dengan sebuah syarat bahwa ia harus bersama dengan ketiga rekannya sebelumnya. Maka konflik dan hal - hal bodoh kemudian mulai muncul kembali...

Kesalahan pertama dari Anchorman 2 adalah lelucon yang hadir di film sekuelnya ini kebanyakan merupakan repetisi dari lelucon yang dianggap berhasil di film awalnya. Memang, kali ini repetisi itu kemudian lebih ditingkatkan level humornya (tujuannya sih begitu) - yang sayangnya justru tidak berhasil buat saya. Entahlah, apa mungkin karena saya menonton Anchorman 2 langsung setelah menonton film pertamanya, sehingga perulangan itu terkesan menjemukan. Dan boleh dikatakan lelucon Anchorman 2 lebih banyak yang meleset daripada yang kena. Saya bahkan tidak paham dengan lelucon rasisnya yang terasa lebih menjurus ke ranah ofensif. Memang beberapa adegan masih cukup menghibur, sebut saja fight scene yang sangat memorable dari film pertamanya diulang kembali di Anchorman 2, dengan membawa cameo-cameo aktor dan aktris populer lainnya dalam adegan pertarungan absurd yang melibatkan Minotaur hingga manusia serigala. Fight scene yang cukup lucu memang, namun kehadirannya tidak serta merta membuat Anchorman 2 menjadi sebuah sekuel yang layak. 

Kesalahan kedua adalah porsi berlebihan dari karakter Brick (Steve Carrell). Karakter Brick tampil paling kocak di film pertamanya - porsinya memang sedikit namun efektif di setiap kalinya. Yang kemudian menjadi sangat mengganggu adalah ketika porsi Brick di Anchorman 2 diberikan lebih besar, dengan karakter Brick yang justru makin annoying dan makin bodoh hingga menjadi semacam lelucon kasar yang tidak lucu. Ketika Brick mulai berteriak tidak jelas, seketika saya langsung merasa ilfil. Saya juga tidak paham dengan kemunculan Chani (Kristen Wiig) sebagai love-interest Brick yang karakternya sangat disturbing dan jauh dari lucu. She is weird, I get it, but she is not funny at all.  

Kesalahan berikutnya ada pada naskahnya yang kelewat bertele-tele dan menimbulkan kebosanan luar biasa. Pada film pertamanya, cerita terasa lebih fokus, padat dan ringkas - dengan semua lelucon dan parodi dikembangkan dari satu konflik utama, namun pada film keduanya ini cerita terlalu melebar kemana-mana pada konflik yang tidak perlu. Karakterisasinya juga tidak sebaik seperti yang diberikan di film pertama, dimana setiap tokoh yang muncul mempunyai karakter yang unik dan lucu. Karakterisasi di film keduanya terlalu terasa satu dimensi, garing dan beberapa bahkan nggak lucu (termasuk si Greg Kinnear sebagai pacar Veronika). 

Ketiga kesalahan itulah yang tampaknya menjadikan Anchorman 2 : The Legend Continues sebagai sebuah sekuel yang tidak perlu dibuat. Sekuel ini termasuk gagal total, tidak lucu, dan mungkin menjadi hanya sekedar reuni dan nostalgia bagi fans berat Anchorman yang pertama - yang tampaknya semua fansnya akan mengatakan bahwa mereka akan lebih menyukai film pertamanya. Saya tidak yakin apakah ketidaksukaan saya ini lebih disebabkan karena saya menontonnya LANGSUNG setelah menonton film pertama hingga mempengaruhi penilaian saya. Tapi saya rasa banyak orang sepakat bahwa Anchorman 2 bukanlah sekuel yang jenius. 

Komentar