(Feature) Oldboy (US, 2013) vs Oldboy (Korea, 2003)



Kenapa seharusnya remake Oldboy tidak perlu dibuat...

Adalah sebuah gagasan konyol untuk me-remake cult-movie atau karya film klasik yang begitu fenomenal pada masanya. Apalagi jika remake tersebut dilakukan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Akan sangat sia-sia jika remake tidak lebih baik daripada film aslinya – apalagi fans setia film originalnya biasanya cukup beringas dalam menghakimi sebuah remake film. Memang tidak semua remake berakhir tragis, sebut saja Let Me In, The Ring atau The Girl with the Dragon Tattoo. Namun kita juga tidak bisa melupakan bahwa banyak remake film yang berakhir dengan menyedihkan, misalnya The Uninvited (remake A Tale of Two Sisters). And apparently, Oldboy versi Spike Lee (Inside Man), adalah salah satu remake yang berakhir dengan menyedihkan.

Oldboy (2003) versi asli-nya yang disutradarai oleh Park Chan-Wook sejauh ini adalah film Korea terfavorit saya, dan boleh dibilang salah satu film terbaik pula yang pernah saya saksikan. (Terdengar berlebihan, tapi saya serius – baca reviewnya di artikel sebelum ini disini). Lantas kemudian DreamWorks dan Universal berkeinginan untuk me-remake film legendaris ini dengan memasang Josh Brolin, Elizabeth Olsen dan Sharlto Copley sebagai pemerannya dengan Spike Lee sebagai sutradara. Buat yang sudah menonton Oldboy versi Korea, kamu akan menemukan beberapa perbedaan – dan perbedaan ini penting dilakukan, agar remake-nya terlihat tidak sebagai sekedar karya film yang sama persis dengan hanya menghadirkan perbedaan ras para pemainnya saja. Saya akan membandingkan keduanya (versi asli dan remakenya), untuk menunjukkan bahwa meremake Oldboy adalah semacam tindakan bunuh diri.

THE STORY

Main plot keduanya tetap serupa, namun alasan dibalik karakter utamanya dipenjara akan sedikit berbeda. Alasan si villain Woo-Jin melakukan itu semua menurut saya lebih make senses atas segala tindakannya, dibandingkan dengan apa yang dilakukan Adrian Pryce (Sharlto Coopley). Tapi versi Korea menghadirkan adegan hipnotis yang terasa sedikit tidak masuk akal (walaupun nyambung dengan konsep ke-absurd-an Chan Wook) – dan ini dihilangkan dari versi Amriknya. Selain itu, versi remake lebih banyak menekankan antar hubungan ayah dengan anak perempuanya, dan ini sedikit mengingatkan saya pada apa yang Liam Neeson lakukan di Taken – semacam skrip “laris” bagi pasar mainstream. Pada akhirnya, penekanan hubungan ayah dan anak perempuan ini menjad semacam tindakan suicidal, karena justru merusak unsur kejutan di bagian akhir. 

THE HERO :
OH DAE-SU (Choi Min-Sik) vs JOE DOUCETT (Josh Brolin)

Ada perbedaan nuansa karakter antara versi asli dengan versi remakenya. Versi aslinya menghadirkan karakter protagonis khas film / komik Asia: sedikit bodoh, polos dan konyol  -  bukan tipe jagoan idaman. Sedangkan versi remake menghadirkan karakter hero yang khas film Amrik : tipe pria macho yang jagoan walaupun sedikit bajingan. Tapi disinilah menurut saya kontradiksi yang menarik dari Oldboy versi Korea, Chan-Wook mampu menyisipkan sedikit tone humor yang tidak menjatuhkan mood film. Dae-Su jauh lebih memikat simpati dibandingkan Joe yang menyebalkan, yang membuat kita paham kenapa sebaiknya Joe memang dipenjara saja. Sedangkan Dae-su melahirkan sosok protagonis yang bisa menimbulkan simpati.

Josh Brolin sebagai tokoh utama memang gambaran khas jagoan Amrik : tangguh, sedangkan Choi Min-Sik sedikit mengingatkan kita pada karakter konyol yang cukup komikal. Pengembangan karakter Dae-Su yang diperankan Choi Min-Sik jelas lebih baik, dan di sinilah mengapa saya jadi lebih menyukai Choi Min-Sik dibandingkan Josh Brolin (apalagi suara parau Josh Brolin, errr well, little bit annoying)

THE GIRL
MI-DO (Kang Hye-Jung) vs MARIE (Elizabeth Olsen)

Elizabeth Olsen dan Kang Hye-Jung sebagai the girl hadir dengan aura yang berbeda. Adik si kembar Olsen membawa aura cool-girl yang harus saya akui, agak membosankan. Sedangkan Hye-Jung hadir sebagai karakter polos dan sederhana yang loveable. Karakter Mi-do jelas lebih kaya dan memikat dibandingkan karakter Marie yang menurut saya one-dimension. Ikatan emosional yang terjalin antara sang karakter utama dengan sang gadis menurut saya chemistry-nya jauh lebih baik di Oldboy versi Korea. Ada chemistry yang mampu dipercaya pada Oldboy versi Korea dibandingkan ikatan yang serasa timbul dengan tiba-tiba pada versi remake-nya.

THE VILLAIN
LEE WOO-JIN (Yoo Ji-Tae) vs ADRIAN PRYCE (Sharlto Copley)

Sementara itu sebagai villain, Yoo Ji-Tae jelas mengungguli Sharlto Copley. Ada aura jahat dan keji yang dingin sekaligus begitu emosional (dan tampan) pada akting Yoo Ji-Tae, sedangkan Sharlto Copley... well, sejak saya melihatnya sebagai karakter jahat yang norak dan mengganggu di Elysium (2013), saya jadi sedikit tidak menyukainya, padahal saya suka doi waktu main di District 9. Karakter Woo-Jin seolah-olah bisa tampil sebegitu tega dan kejamnya, sementara karakter Adrian tak ubahnya seperti every-villain yang sudah sering kita tonton.

Anyway, dapat dikatakan bahwa kedalaman akting para pemeran di remake Oldboy menjadi tidak terlalu baik karena karakter para tokoh-tokohnya yang tidak dibangun dengan kuat.

THE STYLE

Kalo soal style ini sih masalah selera saja. Style Spike Lee adalah style yang terasa lebih familiar dan umum, begitu khas film Amerika dan jauh lebih brutal (more brutal is more fun, isn't it?). Namun style yang diberikan Spike Lee bak tampilan komersil dari sebuah karya-seni yang sudah dikerjakan Chan Wook. Dan ini seolah-olah mencederai keindahan yang diberikan Chan-Wook di setiap adegan pada Oldboy versi aslinya. Saya sendiri tentu saja lebih menyukai style Chan-Wook, dengan setiap visualisasinya yang menawan dengan atmosfer yang terasa melankolis.

THE FIGHT

Salah satu adegan fenomenal pada Oldboy versi Korea adalah adegan pertarungan long-shot di sebuah koridor ketika Dae-Su menghajar anak buah Mr. Park. Adegan perkelahian ini jelas bukan perkelahian yang cukup cool, namun menariknya perkelahian itu terlihat natural dan manusiawi, hal yang sedikit berbeda dengan bagaimana Josh Brolin menghajar anak buah Samuel L. Jackson - yang tampak terasa begitu mudahnya. But yes, level kesadisan versi Hollywood memang lebih ekstrim dan brutal. 

THE CLIMAX 

Bagian akhir film Oldboy versi Korea bagi saya adalah puncak klimaks terparah yang pernah ada. Twist yang ada dikupas dengan cukup hati-hati oleh Chan-Wook – yang akhirnya mengantarkanmu pada salah satu twist tersakit yang pernah ada di dunia perfilman. Dan di sinilah menurut saya puncak akting brilian kedua pemerannya, si heroine yang diperankan oleh Choi Min-Sik dan si villain yaitu Yoo Ji-Tae. Ini adalah salah satu klimaks teremosional yang pernah saya rasakan. Lalu bagaimana dengan versi remakenya? Argh, bagian klimaks remake Oldboy ibarat digarap oleh amatir. Tidak ada kesan emosional mendalam, selain (mungkin) rasa terkejut oleh twist yang ada – ini tentu saja untuk yang belum pernah menonton Oldboy versi asli. Selain itu Spike Lee mengeksekusinya dengan terburu-buru dan seenaknya sendiri.

SO?

Buat saya, remake Oldboy adalah lelucon besar yang tidak penting untuk dikerjakan. Oldboy versi Korea adalah sebuah timeless cult movie yang klasik, dan mustahil untuk ditandingi. Kamu boleh saja menonton Oldboy versi remake jika saja kamu belum nonton Oldboy versi aslinya – tapi ini jelas akan menjadi keputusan yang kamu sesali.

Komentar

  1. Good points! Jangan lupa si gurita dan sayap malaikat, untuk apa dihadirkan lagi di Remake-nya? Apalagi dengan tatapan "deja vu"-nya si Protagonis... niatnya mau bikin homage atau internal joke, tapi jatohnya malah garing. My opinion ;)

    Anyway, kalau boleh tukaran link, saya di sinekdoks.wordpress.com

    Cheerio!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. mungkin gurita & sayap malaikat jadi semacam "hiburan" buat yang uda nonton film aslinya

      Hapus
  2. mbak niken boleh saran ya? font nya gedein dong, kalo kecil2 gini capek mata bacanya hehe

    BalasHapus
  3. Hai niken..

    Glad to lost here..

    great review..
    Keep on working... :)

    BalasHapus
  4. Hai hai, saya baru selesai nonton Old Boy versi remake di Trans TV. Tapi ada beberapa yang masih saya bingung jadi cari-cari di google, pembahasan film ini. Dan ketemulah blog ini dari beberapa blog lainnya. Belum buat saya puas sih sebenarnya, karena yang paling buat saya penasaran, itu bapaknya, sampai kaget tahu Marie anaknya, karena mereka sudah "melakukan" di Motel kah? Atau? Soalnya di Trans TV sensor-sensir kan kalau ada adegan2 dewasa. Di Trans TV, cuma sampai si Marie keluar kamar mandi pakai handuk mau ganti perban si Joe. di akhir2 film, si Joe seperti syok sekali pas tau Marie anaknya. Itu karena mereka sudah "itu" ya? Jawab dong yang tau...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga baru paham,habis nonton film aslinya di yt tapi 18+ ada adegan ranjang,intinya marie anaknya wkwkwk banyak yang di cut kalo di tv yaa kan maklum ada kpi

      Hapus
    2. Kasiannya nonton di trans tv.. haha..

      Sayang banget adegan itu disensor, padahal itu adegan krusial banget biar nohok di bagian endingnya. Dan lebih sayang lagi nonton versi remakenya, karena versi orinya ga tergantikan ~

      Hapus
    3. Bener..aslinya emg mantab2 tuh thanos sama wanda...emg dunia sudah gilaaaaaa

      Hapus
  5. Mon maap.. endingnya kok di penjara lgi.. duh bingung aku ngapain dia d kmr itu lg 😅

    BalasHapus
  6. Iya, betul bgt. Endingnya krg jelas di trans tv. Endingnya gmn y? Kok dia masuk ke motel lg? Dan dlm suratnya kok kalimatnya seakan dia udah tidur sama marie y? Tapi g ada adegan itu. Jadi lumayang ngambang, buat bingung hehhe. Makasih banget klw ad yg jelasin 😊

    BalasHapus

Posting Komentar

Your comment is always important to me. Share di sini!