Spoiler Review & Analisis : Another Earth (2011) (4/5)


RottenTomatoes: 66% | IMDb: 7/10 | Metascore: 66/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Rated: PG-13 | Genre: Sci-fi, Drama

Directed by Mike Cahill ; Produced by Hunter Gray, Mike Cahill, Brit Marling, Nicholas Shumaker ; Written by Mike Cahill, Brit Marling ; Starring Brit Marling, William Mapother ; Music by Fall On Your Sword ; Cinematography Mike Cahill ; Edited by Mike Cahill ; Production company Artists Public Domain ; Distributed by Fox Searchlight Pictures ; Release date January 24, 2011 (Sundance), July 22, 2011 (United States) ; Running time 92 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $100,000 ; Box office $1.8 million

Story / Cerita / Sinopsis :

Pada suatu malam ketika dideteksi untuk pertama kalinya adanya planet yang mirip bumi di langit, seorang calon mahasiswa Rhoda (Brit Marling) dan John Burroughs (William Mapother) terlibat kecelakaan tragis.

Review / Resensi :

(REVIEW MENGANDUNG SPOILER)

Another Earth adalah salah satu contoh film yang menarik sebuah perjalanan atau peristiwa epik ke konteks yang bersifat personal dan intim. Mungkin kamu telah menonton beberapa di antaranya yang punya tema serupa: Melacholia (Lars von Trier, 2010), Solaris (Andrei Tarkovsky, 1972), atau yang terbaru baru-baru ini Ad Astra (James Gray, 2019). Jadi, jangan bayangkan bahwa Another Earth, sebuah film indie yang disutradarai oleh Mike Cahill ini adalah sebuah kisah misteri luar angkasa yang dipenuhi petualangan yang seru dan menarik menyangkut hajat hidup umat manusia. Sebaliknya, Another Earth adalah sebuah film drama yang terasa personal, dengan menitikberatkan pada tema-tema manusiawi seperti rasa bersalah dan bagaimana memaafkan diri sendiri. Membosankan? Bisa jadi. Tapi tema-tema seperti ini bagi saya sendiri sangat filosofis dan menjadi tipe film yang cukup membekas di hati dan sedikit-banyak memberikan pelajaran dan kontemplasi soal hidup dan mengenali diri sendiri sebagai manusia.

Kisah ini bermula dari seorang gadis 17 tahun bernama Rhoda (diperankan Brit Marling, yang juga membantu menulis naskahnya), yang mencintai luar angkasa dan begitu gembira karena mendengar kabar bahwa ia diterima di MIT. Selepas pesta merayakannya, ia pulang dalam keadaan sedikit mabuk saat mendengar sebuah berita mencengangkan di radio: sebuah planet yang begitu mirip dengan bumi terdeteksi di langit. Saat melongok dari kaca mobilnya untuk melihatnya, tidak sengaja ia menabrak mobil lain yang dikemudikan John Burroughs (Wlliam Mapother) bersama anak dan istrinya. Kecelakaan itu menewaskan anak dan istri John, dan membuat Rhoda dipenjara. Empat tahun berlalu setelah itu, Rhoda baru saja keluar dari penjara dan menemukan dirinya masih diliputi perasaan bersalah kepada John. Sementara itu, planet yang mirip bumi semakin terlihat jelas dan besar di langit....

Selayaknya film-film kelas festival, ditambah lagi ini adalah film indie dengan budget serba terbatas, maka bisa dibilang Another Earth bukanlah tipikal film yang mudah disukai orang awam. Memanfaatkan pengalamannya sebelumnya sebagai sutradara dokumenter, Mike Cahill mengambil gambar dengan hand-held camera, dengan zoom-in zoom-out yang terkadang terlihat kasar. Narasi film ini juga tidak bisa dibilang halus dengan kontinuitas dan editing yang kadang mengurangi kenyamanan menonton. Namun mengingat budgetnya dan gagasan menarik yang melebihi faktor-faktor teknisnya, saya tetap mampu menikmatinya (walaupun saya harus ngaku bahwa plot yang lamban tidak lantas membuat saya tidak merasa bosan). Bahkan ketika ada beberapa hal mengganjal yang patut dipertanyakan dari elemen science-nya (seperti jarak antara bumi satu dan bumi dua yang seharusnya dekat jika melihat dari tampak besarnya di langit, atau bagaimana mungkin sinkronitas paralel kedua bumi berhenti setelah pertama kali tampak di langit), bagi saya tidak masalah karena film ini sendiri lebih dominan ke arah fantasinya. Ide membuat film ini rupanya bermula dari sebuah pertanyaan: "Bagaimana jika dunia ini paralel? Bagaimana jika ada kembaran diri kita di semesta yang lain? Apa yang akan kita lakukan jika bertemu dengannya? Apa yang akan kita katakan?". Dan dengan teori-teori tentang multiverse, pertanyaan-pertanyaan semacam ini tentu membangkitkan minat yang cukup besar.

Richard Berendzen: 
"Within our lifetimes, we've marveled as biologists have managed to look at ever smaller and smaller things. And astronomers have looked further and further into the dark night sky, back in time and out in space. But maybe the most mysterious of all is neither the small nor the large: it's us, up close. Could we even recognize ourselves, and if we did, would we know ourselves? What would we say to ourselves? What would we learn from ourselves? What would we really like to see if we could stand outside ourselves and look at us?"

Dari kecil, saya selalu merasa tertarik dengan tema luar angkasa. Ah, luar angkasa itu seksi. Gombalin saya dengan fakta menarik soal luar angkasa dan saya akan klepek-klepek. Sebagian orang mungkin memandang langit malam, melihat banyak bintang, namun tidak benar-benar ingin mencari tahu rahasia apa yang ada di pemandangan yang dilihatnya. Bagi sebagian orang, ide tentang kehidupan lain berupa alam ghaib nan mistis lebih menarik, atau sudah merasa cukup dengan gagasan tentang kehidupan setelah mati yang dipelajari lewat agama. Sehingga, ketidakterjangkauan dan ketidakterbatasan semesta, yang membuatmu merenungi soal tujuan hidup, mungkin tidak terlalu menarik minat mereka lagi. Namun saya merasa, alam semesta, yang telah kita pelajari secara ilmiah, menawarkan sesuatu yang lebih realistis dan masuk akal. Sesuatu yang lebih mampu dijamah, dinalar dan dibuktikan. Dan tidak ada penjelajahan yang lebih akbar lagi selain mencari makhluk hidup lain di luar angkasa. Tapi kita tidak ingin menemukan bakteri atau hewan bersel satu di luar sana. Kita ingin menemukan makhluk hidup lain yang secerdas kita, atau kalau bisa lebih cerdas - walaupun gagasan lebih cerdas ini kadang agak menakutkan karena saya jadi ngebayangin Indepence Day atau War of the Worlds. Manusia, mungkin berhasrat menemukan manusia lain di luar angkasa. Pencarian kehidupan lain di luar sana bolehjadi adalah pencarian diri sendiri... Kurang lebih, Another Earth merupakan film yang berusaha menggali tema itu.

Dalam film ini, Rhoda adalah perempuan yang menemukan hidupnya hancur selepas kecelakaan itu. Kesempatannya kuliah melayang, ia tidak lagi ingin bergaul dengan banyak orang, ia kemudian hanya bekerja sebagai cleaning service di sebuah sekolah, tapi yang lebih buruk lagi: perasaan bersalah dan terasing telah merenggut kebahagiaannya. Dan ia tidak punya cukup nyali untuk mengaku dan meminta maaf kepada John. Ia sempat bunuh diri dengan menelanjangi dirinya sendiri lalu tiduran di atas salju, namun gagal. Lalu ia melihat bumi lain di atas sana, seolah menawarkan kesempatan untuk melarikan diri dari dunianya. Ditambah lagi ketika tahu bahwa bumi lain itu, yang disebut Earth Two, tampaknya dihuni oleh manusia yang sama dengan yang ada di bumi pertama, dengan takdir kehidupan yang sama. Wow, maka bertemu dengan kembaran diri kita - yang bahkan melalui hal sama persis dengan yang kita alami, menjadi sebuah ide yang terasa menggembirakan. Bukankah tidak ada yang lebih memahami diri kita selain diri kita sendiri? Saya sendiri, sering merasa melakukan kegoblokan dan menyesali diri sendiri, sehingga saya suka membayangkan ada "Diri saya yang lain", sebagai orang ketiga, bisa menasihati dan menghibur diri ini supaya saya bisa merasa lebih baik. Nah, kurang lebih mungkin itu yang diinginkan Rhoda...

Lalu, ada yang kebingungan dengan endingnya?

Jadi, setelah mengetahui bahwa sinkronisasi antara Earth One dan Earth Two bisa jadi berubah setelah kedua bumi itu untuk pertama kalinya bertemu, Rhoda menemukan pencerahan. Awal terdeteksinya Earth Two adalah pada saat malam kecelakaan itu, sehingga ia berasumsi bahwa mungkin takdir dirinya dan John di Earth Two berbeda dengan yang dialaminya. Maka ia menyerahkan kesempatan perjalanan ke luar angkasanya kepada John, dengan harapan John bisa menemukan istri dan anaknya yang masih hidup di luar sana. Lalu beberapa bulan kemudian, Rhoda sedang berjalan di sekitar rumah John, ketika tiba-tiba ia bertemu dengan kembaran dirinya sendiri.

Siapa kembaran dirinya itu? Tentu saja itu adalah Rhoda dari Earth Two. Entah apa yang terjadi, kita bisa mengira-ngira sendiri sesuka hati. Bisa saja Rhoda dari Earth Two tetap melakukan perjalanan  ke Earth One, atau bisa saja John di Earth One bertemu dengan Rhoda di Earth Two dan memintanya untuk pergi ke Earth One. Mike Cahill tentu bisa-bisa saja menjelaskannya sesuka hatinya apa yang terjadi dalam film, namun ia tahu bagaimana mengakhiri film dengan cara elegan ~


Komentar

  1. fantasy saya akan luar angkasa di waktu saya kecil berbaring di teras rumah melihat ke atas melihat bulan,penuh dengan bintang bintang saya berpikir adakah orang yg hidup diluar angkasa selain di bumi,dan saya ingin suatu saat nanti bisa ke angkasa. saya salah satu yg tertarik dengan ruang angkasa.

    BalasHapus
  2. alam semesta Sesuatu yang lebih mampu dijamah, dinalar dan dibuktikan. tapi entah batasannya sampai mana? ujungnya dimana? seluas dan sebesar apa? setelah alam semesta itu apa? itulah misteri sesungguhnya. sungguh ku tak tertarik dengan hal2 mistik, tp untuk soal alam semsta dan luar angkasa sungguh ku addict. otw download

    BalasHapus
  3. tampaknya film ini ngambil tema paradox fermi ya, udah pernah ntn film ini separuh tp krn temponya lambat jd malas lanjutin.. bawaan gak mood sih ya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo paradox fermi enggak sih kayaknya.. sci-finya cuma jadi elemen kecil, malah fokusnya lebih ke drama.. makanya rawan membosankan haha

      Hapus
  4. Another world, bisa jadi menggambarkan sisi manusia yang menurut saya selalu ada 2 sisi. Bukan soal sisi baik atau buruk. Melainkan aku 1 dan aku 2. Saya juga mendeclare adanya saya yang lain. Yang hidup di alam bawah sadar.

    BalasHapus
  5. Ulasannya bagus-bagus. Cuma kalo bisa dibuat genre tiap film biar memudahkan pembaca

    BalasHapus
  6. Saya juga suka film ini, tapi klo Solaris sama Melancholia sy kurang suka, bikin ngantuk hehehe

    BalasHapus
  7. bahas Waiting for the barbarians dong

    BalasHapus
  8. Cuma baca paragraf pertama, belum nonton soalnya. Kelihatannya menarik ya :)

    BalasHapus
  9. entah kenapa saya ga suka dengan ending yg bikin penasaran seperti ini :(

    BalasHapus
  10. extraordinary, this page really inspires us, good work SAGATOTO

    BalasHapus

Posting Komentar

Your comment is always important to me. Share di sini!