Personal Shopper (2016) (4/5) : Review & Penjelasan

So we made this oath... Whoever died first would send the other a sign.
RottenTomatoes: 81% | IMDb: 6,2/10 | Metacritic: 77/100 | NikenBicaraFilm: 4/5

Rated:
Genre: Mystery & Suspense, Drama, Thriller

Directed by Olivier Assayas ; Produced by Charles Gillibert ; Written by Olivier Assayas ; Starring Kristen Stewart, Lars Eidinger, Sigrid Bouaziz, Anders Danielsen Lie, Ty Olwin, Hammou Graia, Nora von Waldstatten, Benjamin Biolay, Audrey Bonnet, Pascal Rambert ; Cinematography Yorick Le Saux ; Edited by Marion Monnier ; Production company CG Cinéma, Vortex Sutra, Detailfilm, Sirena Film, Arte France, Cinéma Arte, Deutschland/WDR ; Distributed by Les Films du Losange ; Release date 17 May 2016 (Cannes), 14 December 2016 (France) ; Running time 110 minutes ; Country France ; Language English ; Budget $1 million

Story / Cerita / Sinopsis :
Ketika saudara kembarnya meninggal, Maureen Cartwright (Kristen Stewart) menolak untuk meninggalkan Paris sebelum ia mendapat kontak dari saudara kembarnya yang sudah meninggal tersebut. Masalah bertambah ketika Maureen yang bekerja sebagai seorang personal shopper mulai mendapatkan pesan teks misterius. 

Review / Resensi :
Sebelum dimulai, perlu saya jelaskan reaksi awal saya ketika film Personal Shopper ini berakhir: bengong. Ini adalah tipikal film yang buat saya bingung dan nggak paham. Nggak paham karena nggak jelas. Absurd dan serba ambigu. Begitu film selesai, saya langsung hunting explanation tentang kenapa film ini dianggap bagus oleh sebagian besar kritikus. Untungnya kemudian saya menemukan penjelasan itu di situs Vulture dan blog lokal My Dirt Sheet yang seketika memberikan pencerahan bagi kapasitas otak saya yang terbatas ini. Oh, so this is a good movie!

Walaupun sempat di-boo-in pas screening di Cannes tahun 2016, setelahnya Personal Shopper memperoleh tanggapan positif dari para kritikus. Sang sutradara, Olivier Assayas bahkan akhirnya meraih Best Director di Cannes tahun lalu. Personal Shopper juga dielu-elukan oleh Indiewire berulang kali hingga bikin saya makin penasaran. Ketertarikan saya makin bertambah saat membaca premisnya (yang agak mirip film Indonesia Titik Hitam yang dibintangi Winky Wiryawan), tentang seorang perempuan yang berusaha mencari pertanda kemunculan roh saudara kembarnya yang sudah meninggal. Oh, wow... ini tentu film horror yang sangat menarik.

Tapi saya pun bingung ketika alur film Personal Shopper perlahan menjauhi premis sekilas yang tampaknya seperti film horror itu. Awalnya memang dimulai dengan sentuhan horror khas rumah kosong yang bikin merinding, namun Personal Shopper kemudian mulai bergerak ke ranah psychological thriller ala Hitchcock dengan sentuhan sensual (Kristen Stewart topless 2 kali di film ini). Nuansa thriller ini dimulai dari sebuah pesan teks misterius yang seolah-olah membuntuti sang tokoh utama Maureen kemana-mana yang kemudian berujung klimaks pada terbunuhnya seseorang. Personal Shopper lalu juga bermain ke arah drama ketika kita diajak mengenali sisi psikologis Maureen lebih dalam: krisis identitas, loneliness, dan bagaimana ia mengatasi rasa dukanya kehilangan saudaranya. 

Lho, jadi ini film horror, thriller atau drama?

Film ini adalah ketiganya! Saya jadi teringat film Spring, yang menggabungkan genre body-horror dengan romantis - sebuah perpaduan genre yang aneh dan rawan nggak nyambung. Demikian juga dengan Personal Shopper yang tampaknya menjadikan batas genre tersebut itu abu-abu dan ambigu. Seiring dengan alur cerita filmnya, Oliver Assayas dengan cerdas mampu "mengaburkan" batas dan membaurkan nuansa tone pada tiap masing-masing genre. Ia bagaikan memadukan yang realis dengan yang mistis. 

*spoiler* Ada tiga scene yang menunjukkan bagaimana Assayas berusaha mencampurkan kesan realis dan mistis. Satu, pada adegan klimaksnya: ketika Maureen menemukan bossnya Kyra terbunuh. Ini adalah sebuah thriller, namun kemudian lampu apartemen tempat Kyra terbunuh padam-padam sendiri seperti menampakkan tanda-tanda hantu. Kedua, pada bagian ketika Maureen menemui pengirim pesan misteriusnya di sebuah hotel yang kemudian oleh Assayas di-cut tanpa sebuah penjelasan, namun menampilkan lift dan pintu hotel yang membuka sendiri dan mengesankan ada hantu di dalamnya. Ketiga, ketika kamu berpikir bahwa segala keanehan yang terjadi di hidup Maureen sebenarnya cuma campur tangan orang biasa, kamu akan teringat adegan ala Ghostbuster di bagian awal film dan juga gelas melayang pada bagian akhir film. Jadi film ini beneran film yang ada hantunya. *spoiler ends*

Personal Shopper bukanlah sebuah film dengan kepingan puzzle yang harus disusun lantas sebuah twist pada akhirnya akan membuat susunan puzzle tersebut jadi utuh dan masuk akal Endingnya malah justru puncak ambiguitas itu. Maureen adalah perantara antara dunia material dan non-material, dan ini membuat kita sebagai penonton ikutan rancu dengan segala hal yang terjadi pada kehidupan Maureen. Apakah ini semua hanya khayalan Maureen? Apakah benar sang "hantu" adalah saudara kembar Maureen? Semuanya tidak jelas. Setidak jelas dunia metafisik itu sendiri. Dan semua ini merupakan bagian dari proses duka Maureen karena kehilangan saudara kembarnya. 

Kristen Stewart mendapat pujian dari para kritikus berkat aktingnya di sini. Aktingnya memang oke sih, tapi berhubung saya sudah ilfil sama doi karena perannya sebagai Bella di Twilight, jadi saya ga bisa menilai doi secara subyektif. Haha. (Anyway pilihan karir Kristen Stewart untuk lebih milih peran di film-film indie adalah langkah yang baik). Sejujurnya, perannya juga nggak jauh dari peran-perannya sebelumnya: sebagai gadis grunge yang masam. Saya mungkin akan menilai ia lebih baik lagi jika ia mengambil peran yang jauh lebih optimis dan berbeda dari karakter-karakternya sebelumnya. But, style dia oke banget di sini...


Overview :
Kritikus mungkin akan memuji Personal Shopper karena sisi orisinilnya, namun penonton awam akan melihat Personal Shopper sebagai sebuah film absurd yang membosankan dan membingungkan. Olivier Assayas berhasil menjadikan Personal Shopper sebagai perpaduan antara genre thriller, horror, dan drama yang dicampurkan dalam batas-batas yang ambigu. Kristen Stewart bermain aman dengan peran-peran depresi yang tampaknya memang sesuai dengan karakternya, namun ia mampu memaksimalkannya dan menjadikan Maureen sebagai salah satu akting terbaik dalam perjalanan karirnya. 


Komentar

  1. "Kristen Stewart topless 2 kali di film ini"
    ini aja udah cukup untuk memaksa saya untuk nonton

    BalasHapus
  2. Bowo :

    Dari paragraf awal sampe akhir, saya ngga nemu letak 'penjelasan' dari film ini hahaa
    Atau saya yang ngga teliti? Sama kaya ngga telitinyanya saya dg film ini? Haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayanya yang kurang jelas kalik ya mas haha..

      Penjelasan film ini adalah..... film ini ga bisa dijelaskan. Hahaha ~

      Yang jelas, yang stalking dan ngebunuh model yg jadi bossnya Maureen adalah si Ingo. Berarti bukan hantu donk? Menurut saya: bukan.

      Lalu apakah hantu-nya ada? Ada.

      Pesona Personal Shopper adalah film ini ambigu mas dan tidak berusaha menjelaskan apa-apa. Semuanya abu-abu.

      ...
      Duh, saya mungkin menjelaskannya kurang oke. Coba baca penjelasannya di Vulture mas.
      http://www.vulture.com/2017/03/lets-talk-about-the-ending-of-personal-shopper.html

      Hapus
  3. Satu hal yang membuat saya illfeel sama mbak kristen adalah mulutnya yang sering terbuka dalam banyak scene.…dan banyak pilem
    Jarene wong suroboyo… ayu-ayu kok ngowoh.… hehehe OOT yoo,
    Maaf lahir batin selagi masih Syawwal.

    BalasHapus
  4. Trus, pas ending ada penampakan gitu.. kan jadinya males, embuh masih blm nemu bagusnya dimana.. hahah #otakrengginang

    BalasHapus
  5. Menurutku, konklusi terletak di akhir film, tepat sebelum rol kredit muncul, yaitu ketika tiba di kamar hotel di Oman, Maureen bertanya, "Apakah ini hanya (pikiran) aku saja?".
    Kemudian dibalas dengan suara ketukan sekali yang berarti "ya".

    Dialog Maureen dengan Erwin di babak akhir juga sarat makna sekaligus agak menjadi penerang terhadap apa yang ingin disampaikan oleh Assayas.

    Intinya, kita cenderung melihat dan mendengar seperti apa yang kita percayai dan pikirkan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Your comment is always important to me. Share di sini!