I'm Thinking of Ending Things (2020) (Spoiler Review & Analysis)


(SPOILER ALERT)

I'm Thinking of Ending Things bercerita tentang seorang perempuan (Jessie Buckley) yang menempuh road trip di tengah musim salju bersama sang kekasih Jake (Jesse Plemons) untuk menemui orangtua sang kekasih. Sepanjang perjalanan kita ajak diajak memasuki pikiran-pikiran perempuan tersebut dan obrolannya dengan sang pacar - yang membicarakan hal-hal random dari film, buku, puisi, sains, hingga hal-hal dalam nan kontemplatif. Keanehan mulai terjadi ketika tiba di rumah sang kekasih: orangtua si pacar yang bertingkah ganjil (termasuk si pacar juga), percakapan di atas meja makan yang terasa canggung, dan seakan itu belum cukup: kejanggalan dan ketidakkonsistenan, mulai muncul semakin random yang dijamin membuat sebagian besar penonton akan mengernyitkan dahi tanda kebingungan.  

Cerita film I'm Thinking of Ending Things sendiri tampak seperti naskah original yang dikerjakan sendiri oleh Charlie Kaufman, yang sebelumnya lebih dikenal sebagai penulis film-film absurd macam Being John Malkovich, Eternal Sunshine of the Spotless Minds dan sutradara film animasi Anomalisa. Tapi film ini sendiri sebenarnya berasal dari buku psychological-thriller karangan Ian Reid berjudul sama. Kaufman sendiri melakukan beberapa perubahan cerita, terutama di bagian endingnya. Kalo versi Ian Reid endingnya terasa lebih "ngetwist" dan brutal, sementara Kaufman memilih pendekatan yang lebih ambigu dan "ramah", tapi tetap saja menyedihkan. Pilihan untuk membuat film ini tidak terasa sebagai sebuah film dengan twist-ending merupakan keputusan Kaufman yang dalam wawancaranya dengan Indiewire bilang bahwa film dengan twist sudah "ga jamannya lagi" di era perfilman saat ini (*iya juga ya). Maka film berakhir dengan penuh ambiguitas yang kemungkinan besar akan bikin frustasi sebagian besar orang yang menontonnya.

I'm Thinking of Ending Things adalah tipikal film yang membutuhkan diskusi setelah menontonnya, either you love or hate it. Sebagian orang mungkin akan menyukainya dan bertanya-tanya maksud filmnya, sebagian lagi mungkin akan menganggap film ini buang-buang waktu. Tapi terlepas dari kamu suka atau tidak, pasti film semacam ini bikin kamu penasaran dan membekas di ingatan. Biarpun sureal, saya sendiri nggak merasa film ini membosankan karena Kaufman dengan mahir terus mengajakmu masuk lebih dalam ke labirin isi pikirannya yang bizarre. Film ini ga jelas, tapi ga membosankan (eh tapi mungkin pembicaraan di dalam mobil itu mungkin akan membosankan banyak orang), sebagian besar karena Kaufman mampu meramu unsur mistery dan thriller-nya dengan mencekam (scene di rumah orangtua Jake itu "serem" banget). Lalu tentang arti filmnya ini sendiri, buat saya sih I'm Thinking of Ending Things bukan film dengan yang multi-interpretasi alias kelewat ambigu. Inti penjelasan maksud film ini cuma satu. Saya rasa kalo kamu baca semua penjelasan film ini di internet, penjelasannya kurang lebih serupa. Bahkan sang sutradara sendiri, Charlie Kaufman sudah mengonfirmasi maksud film ini. Ini jauh lebih menyenangkan dari film seperti, katakanlah, Burning-nya Lee Chang Dong yang filmnya beneran ambigu. 

Oke, Lalu Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Jadi, secara singkat bisa dibilang: segala hal yang terjadi dalam film ini adalah sebuah fantasi. Fantasi seorang bapak tua yang bekerja sebagai seorang janitor di sebuah SMA (diperankan Guy Boyd). Maka sepanjang nonton film ini, realita yang sesungguhnya terjadi adalah adegan yang melibatkan Bapak tua ini, sementara sisanya adalah khayalannya belaka. Nah siapa bapak ini? Bapak ini adalah Jake (Jesse Plemons) di masa tuanya. Ia adalah orang tua yang (tampaknya) hidup sendiri, depresi, dan kesepian, menjalani hari-hari yang monoton sebagai petugas kebersihan. Segala yang terjadi tampaknya merupakan fantasi yang terjadi di dalam pikirannya. Mungkin film ini - yang penuh dengan metafor - akan mengingatkanmu dengan film-film lain seperti Mulholland Drive-nya David Lynch, atau Nocturnal Animals-nya Tom Ford. 

"Other animals live in the present. Humans cannot, so they invented hope."

Menonton film ini mengingatkan saya dengan kala saya bermimpi.... aneh. Pernah ga sih kamu mimpi yang terasa acak-acakan, random, tidak masuk akal, absurd, terasa padat bertumpuk-tumpuk, dan ketika bangun perasaanmu terasa tidak enak? Kira-kira pengalaman itu yang saya alami selama nonton film ini. Aneh ketika kamu pikirkan setelah bangun tidur, tapi terasa masuk akal saat dalam mimpi (mungkin itulah alasannya kenapa sang perempuan narator atau Jake dalam cerita ini tidak digambarkan secara tegas menyadari bahwa banyak peristiwa yang terjadi merupakan hal yang aneh). Dengan memaknai film ini sebagai sebuah "weird dream", maka saya tidak menuntut untuk mengetahui setiap penjelasan detail keanehan yang terjadi dalam film. Sebagian besar memang bisa dijelaskan, seperti sebuah simbol dari realitas yang dialami si Bapak tua dalam hidupnya maupun hasrat yang ia represi. Namun bagi saya sendiri tidak semua detailnya dituntut untuk dipahami, karena namanya mimpi aneh memang tidak pernah jelas maksudnya.  

Lalu, Siapa Sebenarnya si Narator Perempuan?

Singkatnya: perempuan tersebut adalah bagian dari fantasi Jake tua.

Clue pertama sudah kita ketahui saat sang narator melihat-lihat foto Jake di dinding dan melihat foto masa kecil Jake yang dianggapnya adalah fotonya. Hal ini juga dengan tegas kita ketahui pada bagian menjelang akhir film, dimana si narator untuk pertama kalinya bertemu dengan Jake tua. Pada adegan tersebut, sang perempuan bilang bahwa Jake adalah "orang aneh" yang hanya memandangnya dari jauh pada suatu hari, dan kini ia bahkan tidak lagi mengingat wajahnya. Rupanya, di kehidupan nyata perkenalan romantis keduanya di Trivia Night tidak pernah benar-benar terjadi karena Jake tidak punya keberanian untuk mengajak perempuan tersebut berkenalan. Sosok yang diperankan Jesse Buckley ini hanyalah perempuan khayalan ideal yang diidamkan oleh Jake. Intinya perempuan ini ada di dunia nyata, tapi perempuan dalam film ini adalah khayalan Jake belaka. Maka segalanya kemudian terasa masuk akal: kisah pertemuan mereka yang berubah-ubah, profesi sang perempuan yang juga berubah-ubah (painter, fisikawan, waitress, dll), bahkan nama sang perempuan juga berubah-ubah: Lucy, Louisa, Yvonne, Ames. Hal-hal tersebut berubah karena perempuan tersebut memang tidak ada. Segala yang diomongkan atau dalam isi kepala perempuan itu adalah kontemplasi filosofis Jake sendiri soal hidup (yang sebagian besar terdengar sangat pesimis), atau merupakan bagian dari buku, puisi dan film yang digemari Jake (contoh: puisi Bonedog, reviewnya soal A Woman Under Influence).

Namun, dalam fantasinya itu sendiri, Jake tidak membayangkan perempuan tersebut sekedar sebagai "boneka idaman" yang memujanya. Perempuan tersebut independen dan punya pemikiran sendiri, beberapa kali tidak setuju dengan pendapat Jake, dan bahkan sedari awal ia membayangkan ia ingin putus dari Jake. Di fantasinya sendiri, Jake punya insecurity yang membuatnya membayangkan perempuan yang disukainya akan mencampakkannya. Dalam beberapa kali percakapan sang perempuan juga kerap mengatakan bahwa ia ingin segera cepat-cepat pulang. Ini seperti insecurity Jake menyabotase khayalannya sendiri. 

Apa yang Terjadi di Rumah Orangtua Jake?

Potongan kehidupan Jake yang sebenarnya bisa kita ketahui dari adegan-adegan yang terjadi di rumah orangtua Jake. Ia tampaknya punya complicated relationship dengan orangtuanya, terutama ayahnya. Hal ini bisa digambarkan dari pertemuan awal saat ayahnya tidak mau melihat Jake atau bagaimana ayahnya tampaknya tidak menyukai hobi melukisanya. Sementara ibunya tampaknya orang yang begitu bangga dengannya, walau kerapkali membuatnya malu ("Genus, not Genius!"). Dari kata-kata ibunya kita bisa tahu bagaimana Jake: mungkin tidak berbakat secara genetik, namun rajin dan pekerja keras (Jake menang dilligent pin saat sekolah). Lalu kita tahu saat ibunya tua ia mengalami demensia dan Jake merawatnya dengan penuh bakti. Ada percakapan dimana sang narator perempuan memuji hal ini dan Jake membalas, "Sometimes it feels like no one sees the good things you do.". Ini seperti penanda bahwa Jake menginginkan bahwa ada orang lain yang mampu melihat hal baik yang dilakukannya.

Bisa diperhatikan juga, selama di rumah ini ayah dan ibu Jake berubah-ubah usia dari muda hingga tua, karena memang kejadian perkenalan antara pacar Jake dan orangtua Jake tidak pernah terjadi. Maka perkenalan ini bisa terjadi di timeline manapun, di usia berapapun.

 Apa Maksud Tarian-tarian itu?

Saya rasa tarian ini merupakan simbol harapan dan kenyataan dari hidup Jake. Dua orang peballet yang mengenakan pakaian yang sama dengan sang narator perempuan dan Jake menyimbolkan harapan Jake: mereka berkenalan, saling jatuh cinta, lalu menikah. Namun kemudian di tengah tarian tersebut sesosok penari mengenakan pakaian janitor muncul mewakili kenyataan yang sesungguhnya. Jake yang "janitor" membunuh Jake "khayalan". 

Apa Maksud Babi yang Tiba-tiba Muncul?

"It's not bad, once you stop feeling sorry for yourself because you're just a pig, or, even worse, a pig infested with maggots. Someone has to be a pig infested with maggots, right? It might as well be you. It's the luck of the draw. You play the hand you're dealt. You make lemonade. You... you move on. You don't worry about a thing."

Saya sih mikir bahwa ada dua fantasi terpisah dalam film ini. Satu, fantasi melibatkan Lucy yang berakhir di sekolah. Dua, fantasi yang dimulai dari Jake tua melihat iklan komersial ice cream Tulsey Town sesaat setelah ia meninggal karena hipotermia. Setelah iklan ini, tiba-tiba hantu babi muncul, dan mungkin babi ini semacam... malaikat Izrail? Haha. Boleh diartikan babi ini mengajak Jake ke "alam berikutnya", dimana ia kemudian mendapatkan hal yang menjadi impiannya: menang nobel prize lalu menyanyi dalam drama musikal Oklahoma!. Ia pun berpidato seperti pidato John Nash saat memenangkan penghargaan nobel - yang bukan tanpa alasan pidato ini dipilih karena John Nash sendiri adalah seorang schizophrenic.  

Ingat percakapan Jake dan si narator saat berkunjung ke kandang babi? Jake sempat menyebutkan babi-babi di peternakan orangtuanya mati karena digerogoti belatung. Tampaknya ia melihat dirinya serupa seperti babi ini. Depresi yang menggerogoti dirinya seperti belatung yang menggerogoti si babi. 

...


I'm Thinking of Ending Things memang merupakan film yang kompleks. Setelah membaca penjelasannya di internet, lalu menontonnya lagi kemungkinan besar akan membuatmu menemukan hal baru yang tidak kamu temukan saat pertama kali menontonnya. Tapi masalahnya: apakah kamu mau nonton lagi untuk kedua kalinya? Saya sendiri sih males! Haha. Mungkin saya butuh jeda beberapa tahun untuk menontonnya lagi. 

Anyway, film ini sendiri berakhir dengan sebuah pemandangan bak lukisan: sebuah mobil yang tertutup dengan salju di halaman parkiran sekolah. Adegan ini tampaknya merefleksikan pertanyaan ayah Jake saat percakapan di meja makan: "How can a picture of a field be sad without a sad person looking sad in the field?". 

Komentar

  1. jadi pengen bikin blog juga :)

    BalasHapus
  2. Layanan pembuatan website profesional untuk semua bidang usaha, mulai dari UKM, Toko Online, Perusahaan, dll.

    Untuk info lebih lanjut kunjungi :
    www.indofullstack.com

    BalasHapus
  3. Nice movie review , Made me feel like i have seen it at the cinemas

    BalasHapus
  4. Wah sunpah sih aku nonton nya frustasi banget thank ka penjelasan nya 😅

    BalasHapus

Posting Komentar

Your comment is always important to me. Share di sini!