"I have my belief, and in all its simplicity that is the most powerful thing," - Bobby Sands
RottenTomatoes: 91% | IMDb: 7,6/10 | Metacritic: 82/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5
Rated: R
Genre: Drama
Directed by Steve McQueen ; Produced by Laura Hastings-Smith, Robin Gutch ; Written by Enda Walsh, Steve McQueen ; Starring Michael Fassbender, Liam Cunningham ; Music by David Holmes ; Cinematography Sean Bobbitt ; Edited by Joe Walker ; Production company Film4 Productions, Channel 4, Northern Ireland Screen Broadcasting, Commission of Ireland, Wales Creative, IP Fund ; Distributed by Icon Film Distribution ; Release dates 15 May 2008 (Cannes Film Festival), 31 October 2008 (United Kingdom) ; Running time 96 minutes ; Country Ireland ; Language English ; Box office £1,707,277
Story / Cerita / Sinopsis :
Sebuah drama mengenai aksi protes yang dilakukan oleh aktivis IRA (Irish Republican Army) yang dipenjara di Maze pada periode akhir 70-an - meliputi Blanket Protest, Dirty Protest hingga diakhiri Hunger Strike (mogok makan) yang dipimpin oleh Bobby Sands (Michael Fassbender).
Review / Resensi :
Pertama-tama ijinkan saya sedikit curhat (lagi) mengenai my current obsession - atau yang tampaknya menjadi obsesi banyak cewek di dunia saat ini: Michael Fassbender. Setelah kemunculan Ryan Gosling di Drive tampaknya menjadi pria idaman mainstream buat banyak wanita, obsesi saya kemudian berpindah kepada Michael Fassbender yang mencuri perhatian (dan hati ini) berkat perannya sebagai robot android David di Prometheus (2012), dan kemudian menjadi Erik / Magneto di franchise terbaru X-Men. Harus diakui bahwa peran-peran yang diambil Michael Fassbender menunjukkan kompetensi dan kapabitilitasnya sebagai aktor yang patut diperhitungkan, dan peran-peran terbaik Fassbender ada pada duetnya dengan sutradara Steve McQueen yang sejauh ini sudah mencapai 3 film (Hunger, Shame dan 12 Years of Slave). Hunger (2009), yang merupakan sebuah history-drama tentang aksi mogok makan yang dilakukan tahanan di penjara Maze, adalah duet film pertama keduanya yang mengantarkan Steve McQueen meraih Camera d'Or di ajang Cannes Film Festival pada tahun 2008.
Secara garis besar, boleh dibilang Hunger bukanlah film yang bertumpu pada plot cerita. Hunger hanya sebuah cuplikan dramatis peristiwa nyata tentang aksi protes yang dilakukan para tahanan aktivis IRA (Irish Republican Army) pada periode tahun 1976-1981 yang dipenjara oleh pemerintah Inggris. Protes diawali dari Blanket Protest, dimana para tahanan menolak untuk mengenakan pakaian penjara yang diberikan. Lalu kemudian dilanjutkan dengan Dirty Protest, dimana para tahanan menolak untuk membersihkan diri dan mengotori ruang tahanan dengan kotoran mereka sendiri (ini terdengar sangat menjijikkan, but this is real story!). Klimaksnya kemudian ada pada Hunger Strike, aksi mogok makan yang diinisiasi oleh Bobby Sands yang diperankan oleh Michael Fassbender, dimana aksi "melaparkan diri" ini kemudian menjadi judul film yang ada.
Kalau kamu sudah menonton film Steve McQueen yang lebih populer, yaitu 12 Years of Slave (2013) (film drama tentang penindasan kulit hitam di Amerika, baca reviewnya disini) atau mungkin Shame (2011) (film tentang sex-addict yang juga dibintangi oleh si ganteng Michael Fassbender, baru beberapa hari lalu saya review, bisa dibaca disini), maka kurang lebih kamu pasti sudah agak-agak familiar dengan gaya penyutradaraan Steve McQueen yang terbilang lambat untuk penonton awam. Apa yang dilakukan Steve McQueen di Hunger kurang lebih sama, malah lebih parah. Hunger nyaris berjalan tanpa banyak suara, lebih dominan ke arah visualisasi dramatis sekaligus realis dari kejadian dan pesan yang ingin disampaikan. Melalui sinematografinya, Steve McQueen yang memiliki background pendidikan Fine Art juga mampu menghadirkan gambar-gambar yang artistik, serta atmosfer yang sepi, kelam, dan depresif dalam menampilkan ketiga aksi yang dilakukan oleh para tawanan. Ini jelas bukan film yang menyenangkan untuk ditonton (nafsu makan dijamin hilang), karena dengan gamblang dan frontal Steve McQueen berusaha mengeksploitasi aksi yang tidak manusiawi ini kedalam drama berdurasi 90 menit. Kepiawaian Steve McQueen juga membuktikan bahwa sutradara asal Inggris itu sangat ahli dalam menyampaikan sebuah adegan yang emosional hingga ke titik yang cukup ekstrim kepada penontonnya. Ini film yang membosankan mungkin, namun jelas setelah menontonnya kamu akan mendapatkan sebuah kesan yang kuat dan memilukan.
Bagi saya yang menarik di sini adalah apa yang diberikan Hunger yang naskahnya dikerjakan oleh Enda Walsh dan Steve McQueen adalah bukan keberpihakan. Walaupun fokus utamanya ada pada tahanan IRA yang menolak status tahanan yang diberikan oleh pemerintah Inggris, namun ini bukan propaganda tertentu. Para narapidana yang ada di penjara Maze mungkin menderita dan merasa dipermalukan, namun bukan berarti para sipir penjara tidak juga mengalami teror yang sama - hal ini disampaikan melalui petugas penjara Raymond Lohan yang harus memeriksa bawah mobilnya sebelum berangkat kerja untuk melihat ada bom atau tidak, juga bagaimana seorang petugas penjara harus membersihkan air kencing para narapidana lewat adegan membosankan 5 menit yang saya skip saking membosankannya. Apapun situasi politik yang terjadi, perang lekat dengan penderitaan. Dan para petugas penjara serta tahanan maupun keluarganya adalah pion-pion yang menderita pada situasi politik yang ada, yang mungkin disebabkan oleh segelintir orang yang ada.
Hunger juga cukup populer lewat uncut-scene adegan percakapan antara Bobby Sands (Michael Fassbender) dan Pastor Dom (Liam Cunningham) selama kurang lebih 20 menit. Di sinilah kita bisa menyimak percakapan pro-kontra terhadap aksi mogok makan yang dilakukan Bobby Sands dan tahanan lainnya. Well, we might think this Hunger Strike is useless and suicidal, tapi apa yang Bobby Sands lakukan adalah untuk membela sesuatu yang ia yakini. Dan klimaks Hunger ada pada betapa menyedihkannya sosok Bobby yang begitu kurus dan rapuh setelah menjalani mogok makan. Di sinilah totalitas Michael Fassbender terlihat, sebagaimana apa yang pernah dilakukan oleh Christian Bale lewat The Machinist yang menurunkan berat badannya. Tapi tidak hanya perubahan fisik yang membuat Michael Fassbender tampak seperti tengkorak berjalan yang patut diapresiasi, namun betapa kosong sorot matanya di saat - saat akhir kematiannya adalah akting yang sangat memilukan bagi siapa saja yang menyaksikan.
Overview:
Sebuah tipikal film yang mungkin akan membosankan untuk kebanyakan orang, namun apa yang diberikan Steve McQueen adalah sebuah eksplorasi mendalam tentang penderitaan yang dengan tegar ditanggung oleh tahanan maupun petugas penjara Maze. Dan ini kasus nyata. Steve McQueen dengan piawai mampu menggali sisi emosional penonton lewat visualisasi yang sunyi, kelam, depresif sekaligus artistik. Michael Fassbender juga mampu menunjukkan totalitas performa yang luar biasa sekaligus sebuah penghormatan yang baik kepada sosok Bobby Sands.
Sama kok, saya juga lagi terobsesi sama mas Fassy, haha.
BalasHapusJangan donk ntar kita saingan :(
HapusReview There Will be Blood dong mb.
BalasHapusBelum nonton. Soon ya :)
HapusDitunggu loh haha. penasaran mb bkal ngasih rating berapa soalnya banyak yg bilang There Will Be Blood lebih bagus dari No Country for Old Men.
HapusMichael Fassbender, lagi? LOL
BalasHapusAnd there will be a lot more Michael Fassbender. Ditunggu yaaa... Hahahaa
Hapuskotorannya gamblang juga mbak diliatin? gak yakin kuat deh -____-
BalasHapusCukup gamblang sih, tapi ga terlalu jorok kok haha
HapusBaca reviewnya kok malah males mau nonton. Aku suka mas fass di jane eyre. Ganteng n maskulin banget
BalasHapus