Review : Joker (2019) (3,5/5)


Telat nonton dan telat review, kebiasaan saya. Sebenarnya saya udah beli tiket hari pertama sih, tapi harus batal karena satu kejadian dan akhirnya baru bisa nonton satu minggu kemudian. Berhubung saya termasuk telat bikin reviewnya, dan saya yakin kamu sudah baca banyak review dari yang lain, maka saya ga bakal ngereview yang sama dengan yang lain... biar ga rugi gitu kamu baca review saya. Udah capek-capek baca terus reviewnya sama kayak orang lain kan ga seru. Hoho. Jadi saya ga bakal ngomongin soal betapa luar biasanya penampilan Joaquin Phoenix, atau scoring music, soundtrack, dan sinematografi yang menawan, atau bahwa Joker ini sedikit-banyak terinspirasi dari film-film Scorsese.. Kamu pasti udah tahu itu semua, dan saya ga ingin bikin kamu bosan.

Sebelumnya, saya pengen ngasih tahu dulu. Pertama, saya ga pernah ngeklaim saya obyektif dalam menilai film, semua review di sini suka-suka saya dan sifatnya personal, jadi tentu saja sangat subyektif. Kedua, mungkin kamu akan menyebut saya mengagumi value yang biasa didengungkan para SJW (Social Justice Warrior, bukan Sobat Jokowi Wiranto) - walau entah apakah ini ada hubungannya dengan review saya di sini. Dan ketiga, saya cukup menggemari film-film MCU dan supporter MCU garis keras (walau tentu saja saya menyukai film-film superhero lainnya, selama filmnya menurut saya bagus). Keempat, dan ini mungkin yang paling penting, saya agak gerah dengan pemujaan berlebihan terhadap film Joker. Lebay aja gitu! Entahlah, mungkin timeline sosmed saya aja lebih dominan mereka-mereka yang haters MCU kalik ya.. jadi saya ngeliat fans Joker ini sama noraknya dengan bagaimana haters MCU melihat fans MCU. Haha. Jadi, saya akui, keempat hal itu tampaknya bisa jadi sedikit mengaburkan gimana penilaian saya soal film Joker ~

JOKER YANG BERMAIN AMAN?


Sejak mendengar pertama kali kabar Joker, musuh bebuyutan Batman dan tokoh villain paling dipuja, akan dibuatkan film solonya, saya bertanya-tanya: bagaimana cara membuat sebuah film dengan orang jahat sebagai tokoh utamanya? Hal ini kemudian tampaknya membuat publik khawatir: apakah Joker adalah sebuah film yang dianggap berbahaya karena akan menginspirasi orang untuk berbuat kejahatan? Jangan salah, publik di Amerika Serikat punya alasan untuk merasa cemas berlebihan, terlebih lagi pernah ada insiden penembakan saat pemutaran The Dark Knight Rises di Aurora, Colorado pada tahun 2012, atau penembakan-penembakan lainnya yang pelakunya terindentifikasi sebagai incels. Publikpun parno apakah Joker akan dianggap sebagai sebuah simbol "incels". Dan berikutnya hal ini melahirkan diskusi menarik: apakah sebuah film bisa memicu orang berbuat jahat? Hmmmmm.. dan tampaknya diskusi ini lebih seru daripada film Joker ini sendiri. Harus saya bilang: Joker, mungkin bukan film yang ditakutkan banyak pihak. Kita bisa bernafas lega soal itu, tapi di lain sisi saya sih merasa Joker bermain dengan cara kelewat aman, kurang berani dan kurang menantang.

Harusnya saya sudah menduga ini dari awal. Film ini adalah origins seorang villain yang nantinya akan jadi seorang maniak, psycho, dan agent of chaos. Lalu bagaimana menjadikan tokoh semacam ini menjadi protagonis? Bagaimana moral compass penonton dimainkan untuk bisa ngerasa related dan nge-root dengan karakter utama semacam ini? Dan jangan lupa, Joker ini adalah sebuah mass entertainment yang dimaksudkan menjadi sebuah blockbuster movie. Maka, film ini tidak boleh terlalu "liar". Harus bergerak di area "abu-abu" (atau cenderung ke putih?) - bagaimanapun juga ini film tentang villain, tapi cukup aman hingga penonton masih bisa mendukung seluruh perjalanan dan keputusan yang dilakukan oleh sang tokoh utama. Inilah pendekatan yang dipilih Todd Phillips lewat cerita Arthur Fleck (Joaquin Phoenix). 

Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti. Saya ga tahu kalimat ini muncul dari mana, dan saya tahu mungkin kamu muak mendengar kalimat ini, tapi tampaknya kalimat itu cukup merepresentasikan karakter Joker dan perjalanan hidupnya. Arthur Fleck adalah seorang narsistik yang bermimpi bisa jadi komedian, tanpa dia sadar bahwa dia ga lucu (dia harusnya mencari opsi pekerjaan lain). Dia terjebak di sebuah flat kumuh, di kota yang kacau, hidup berdua dengan ibunya yang delusional. Seakan hidupnya belum cukup suram, dia juga menderita sindrom yang membuatnya tertawa tidak terkendali. Hidupnya adalah sebuah tragedi: dia menderita mental illness, kerap dibully saat bekerja, hingga dikhianati rekan kerjanya. Semua kemelasan hidupnya adalah alasan yang membuat kita bersimpati terhadap karakternya, sehingga ga susah buat penonton untuk pada saatnya "membenarkan" perilaku kriminalnya. Bagi saya, ini adalah pendekatan yang agak klise dan kurang menantang penonton. Seenggaknya bagi saya yang udah berekspektasi film ini bisa saya maknai secara serius.

Film dengan tokoh utama karakter antihero atau psychopath / sociopath sebenarnya bukanlah hal baru. Kita sudah punya beberapa: Taxi Driver, American Psycho, A Clockwork Orange, hingga (mungkin) Fight Club. Joker, menurut saya sama sekali tidak mencapai level film-film tersebut - dan mungkin memang dimaksudkan demikian. Mungkin kamu tidak setuju dengan pendapat saya, dan mengatakan bahwa apa yang dilakukan Joker di film ini adalah sebuah kebrutalan yang luar biasa. Oh ya, saya ga akan membenarkan apa yang dilakukan Joker/Arthur. Tapi semua yang dibunuhnya adalah orang-orang yang jahat di mata Arthur. Sebut saja: tiga yuppie mabuk yang sebelumnya membully dirinya, ibunya yang kerap menyiksa Arthur saat kecil, rekan kerja yang mengkhianatinya dan Murray Franklin (Robert deNiro) yang menjadikannya sebagai bahan tertawaan. Kita dengan gampang membenarkan segala perbuatannya, karena kita merasa mereka orang jahat di film ini. Bahkan Thomas Wayne, sebagai antagonis, juga dengan cukup lugas disampaikan sebagai orang kaya raya yang arogan. Todd Phillips sama sekali tidak berusaha membuat kita hilang simpati dengan Arthur. Film ini sama sekali ga mempermainkan moral compass kita. Akan beda cerita jika Arthur tega membunuh Gary, misalnya, atau membunuh orang tidak berdosa. Tentu ini bikin kita lebih shock dan merasa Arthur beneran sinting alih-alih sekedar orang yang sekedar meluapkan kemarahannya (pembunuhan yuppie itu bahkan cuma tindakan self-defense). Bagi saya, ini yang saya sebut main aman. Bahkan ketika Todd Phillips punya kesempatan untuk menunjukkan kesintingan Arthur, seperti entah apa yang dilakukan Arthur kepada Sophie atau psikiaternya, Phillips memutuskan untuk tidak memperlihatkan itu.

Mari coba bandingkan dengan Taxi Driver, misalnya. Kita memang dibuat berempati dengan karakter Travis Bickle, tapi kita tidak ditarik terlalu jauh untuk sepenuhnya setuju dengan setiap perbuatan yang dilakukannya. Ia beneran orang yang sulit dan tengah melewati masa sulit, lalu berusaha menjadi vigilante. Sementara dalam A Clockwork Orange dan American Psycho, Alex Delarge dan Patrick Bateman malah sama sekali tidak menimbulkan kita simpati. Sementara film Joker ini, kita ditarik untuk sepenuhnya simpati dengan Arthur (kisah hidupnya memang tragis dan ia pemuda kesepian yang sentimentil), dan justru tidak bersimpati terhadap karakter-karakter yang dibunuhnya. Maka, apa bedanya Joker dengan John Wick misalnya? John Wick itu ngebunuh banyak orang dan peduli amat lah kita ama yang mati... kita kan cuma sedih pas anjing John Wick mati.

Mungkin karena itulah, sepanjang film saya tidak pernah dibuat merasa tegang atau merasa tidak nyaman. Karena sepanjang film saya memang hanya dibikin nge-root dengan karakter Arthur dan perjalanan hidupnya, dan saya ga peduli dengan orang-orang yang dibunuh Arthur...

(Tambahan lagi: Dan dengan paranoid-nya publik Amerika Serikat terhadap kasus penembakan massal, maka meromantisir pelaku pembunuhan semacam Arthur/Joker (yang berkulit putih, punya gangguan kejiwaan) ini tentu juga sedikit mengundang kritik tajam dari beberapa orang...)

KARAKTER JOKER


Saya beruntung punya suami yang cukup nerd untuk diajak diskusi soal film. Haha. Selepas nonton Joker kami berdiskusi, dan kami berdua ternyata punya problem dengan karakter Joker, untuk dua alasan berbeda. Suami saya, merasa bahwa karakter Joker ini tidak sesuai dengan yang dibayangkannya. He's more comic fanboy than me, dan doi merasa bahwa Joker ini kurang psycho alias kurang sinting. Film Joker ini menurutnya juga kurang "chaotic" dalam menggambarkan isi otak Joker yang menurut suami saya, harusnya digambarkan lebih maniak alias lebih jahat. Oh iya Arthur memang punya masalah gangguan kejiwaan, seperti delusi dengan membayangkan ia punya hubungan spesial dengan Sophie. Tapi delusi ini toh bukan sesuatu yang relatif berbahaya dan lebih ke khayalan orang jomblo. Malah delusi ini ga terlalu ngaruh dengan plot cerita. Oh ya, Arthur mungkin juga tampak sebagai pemuda kesepian yang kerap menari sendirian di apartemennya, atau dimanapun dia merasa ingin menari tanpa terlihat orang lain, tapi ya saya sendiri juga suka nari-nari sendiri di dalam kamar dan itu bukan berarti saya sakit jiwa. Kegilaan Arthur tampaknya hanya di atas kertas, literally di atas kertas, saat ia suka menulis catatan dalam jurnalnya yang menunjukkan betapa depresifnya dirinya. Tapi saya sendiri merasa hal ini kurang digali lebih dalam. Bros).

Sederhananya, kalo kata saya sih karakter Arthur Fleck sebagai Joker di sini lebih dekat dengan term sociopath dibandingkan psychopath. Segala tindakan kejahatan yang dilakukannya lebih kepada ia sedang marah dan melampiaskan kekesalannya. Mungkin kamu sering mendengar berita-berita semacam ini, contoohnya seorang pria membunuh istrinya karena istrinya berselingkuh. Kita akan lebih mudah mengatakan bahwa tindakan pria ini adalah kejahatan yang timbul dari rage (amarah) daripada ia menderita gangguan jiwa, dan pria ini akan tetap masuk penjara dan bukannya rumah sakit jiwa. Kalo menurut saya, orang dengan gangguan jiwa sudah ga bisa membedakan mana benar dan mana salah, dan seorang psikopat memang kesulitan untuk membangun empati dengan orang lain. Tapi psikopat emang biasanya narsistik, dan Arthur ini menurut saya emang narsistik sih. Narsistik kesepian yang ingin hidupnya berarti, tapi nasib buruk terus menimpanya hingga ia jadi depresi, dan mungkin yang ia butuhkan adalah sebuah pelukan dan support system yang layak. Eh tapi ga tahu juga sih, saya toh bukan psikolog dan bisa jadi pendapat saya ini sok tau wkwkwkw ~

Jika suami saya merasa film Joker kurang chaotic dalam menunjukkan watak Joker, saya merasa Joker di sini.... begitu lemah. Ini mungkin karena saya sudah kadung jatuh cinta dengan Joker versi Heath Ledger di The Dark Knight kalik ya. Di situ Jokernya emang beneran jenius, psychopath, dan manipulatif. Beneran agent of chaos dan lawan seimbang buat Batman. Tapi saya sama sekali ga melihat Joker versi itu di sini. Oh yeah, saya tahu dua Joker itu berbeda dan ga bisa dibandingkan, tapi setidaknya jika memang berniat bikin origins Joker, harusnya Joker versi Joaquin Phoenix ini lebih pandai dan cerdas dari yang ditampilkan di sini. Seandainya Joker ini memang hendak dilanjutkan dalam film berikutnya, dan muncul Batman sebagai lawannya, saya yakin Batman ga akan susah untuk mengalahkannya.

SOCIAL COMMENTARY

Dalam film Joker, Arthur Fleck dianggap sebagai sebuah simbol perlawanan dan pemberontakan setelah aksinya membunuh tiga pekerja Wayne Enterprise. Beberapa orang juga menganggap film Joker merupakan sebuah kritikan tentang kesenjangan sosial atau lingkungan yang miskin empati, dan membuat orang-orang seperti Arthur terabaikan. Akan tetapi..... saya merasa Todd Phillips kurang tajam dan solid dalam memasukkan pesan ini ke dalam keseluruhan filmnya - walaupun mungkin pidato manifesto Joker di acara Murray Franklin tetap akan membuat saya bertepuk tangan. Dalam menunjukkan kesenjangan antar kelas, Joker hanya menyampaikannya sambil lalu tanpa memberikan momen yang sungguh menunjukkan itu. Apa iya Gotham ambruk karena ulah orang-orang kaya? Jika emang ingin mengkritik oligarki lah, atau kapitalisme lah, maka Todd Phillips harusnya lebih menunjukkan itu daripada sekedar menjadikan Thomas Wayne sebagai samsak yang disalahkan seorang diri.

Sementara itu, David Ehrlich dari Indiewire membandingkan Joker dengan Fight Club (beberapa orang tidak setuju dengan perbandingan ini, namun saya rasa perbandingan ini masuk akal). Fight Club juga merupakan film yang saat pertama kali muncul kerap disalahpahami sebagai sebuah film yang mempromosikan kekerasan dan anarki - namun kemungkinan besar mereka yang hanya melihat sudut pandang ini tidak benar-benar memahami Fight Club dengan baik. Fight Club punya kritik sosial spesifik tentang consumerism dan capitalism, dan Tyler Durden - mungkin akan disalahpahami sebagai seorang modern prophet, walaupun kita tahu bahwa terlepas dari sabdanya yang menggugah jiwa, kita tetap merasa ia seorang "false-idol". Namun Arthur Fleck? Tidak sama sekali. Bagi saya ia tidak punya ideologi yang layak membuatnya menjadi simbol perlawanan. Ia bahkan bilang ia tidak percaya apapun dan bukan seorang politikus. Di mata saya, Arthur adalah narsistik yang sibuk dengan masalah personalnya, dan keterkaitan antara masalah personal dengan social commentary yang hendak film ini bangun tidak terlalu berhubungan dengan jelas. Satu-satunya masalah Arthur dengan Gotham adalah ketika alokasi dana sosial terpotong dan ia tidak punya akses untuk obat-obatan lagi. Selain itu, Fight Club "menggoda" moral code penonton dengan ditampilkannya pergulatan batin antara narrator vs Tyler Durden, sedangkan Joker sama sekali tidak berupaya menampilkan itu. Kita dibikin (diam-diam) setuju bahwa tindakan kejahatan Joker adalah hal yang masuk akal.

INTINYA ....

Sebelum saya dicerca habis-habisan karena dianggap menjelekkan film Joker, perlu saya luruskan terlebih dahulu bahwa saya ga bilang Joker adalah film yang buruk. Film ini tentu menawarkan pendekatan yang menarik dan fresh di genre superhero, sinematografi dan scoring music-nya sangat menawan, dan akting Joaquin Phoenix memang sangat memukau (walau saya lebih suka aktingnya di The Master). Namun, saya ga akan bilang bahwa Joker serevolusioner yang dianggap banyak orang. It's a good movie, tapi ya masih jauh dari sempurna, dan mungkin sedikit tidak bertanggung jawab...

Akan tetapi, kenapa banyak orang yang menyukai film ini?


Ini sekedar pengamatan menurut saya sih. Saya melihat bahwa begitu banyak orang yang menyukai Joker, dan merasa Arthur Fleck sedikit-banyak menggambarkan tentang diri mereka. Enggak, saya ga bilang bahwa banyak orang mengalami mental illness sebagaimana yang diderita Arthur, namun saya rasa fenomena ini universal melanda kita generasi milenial atau generasi Z. Dua generasi ini adalah generasi yang mencintai selfie dan cukup narsis. Kita merasa dunia berpusat pada diri kita, dan hasrat kita menjadi sempurna itu sedemikian besar. Kita ingin menjadi pribadi paling terbaik, populer, diidamkan lawan jenis.. Tapi ya kadang nasib baik tidak menimpa kita. Kita dilahirkan dengan wajah pas-pasan, tidak terlalu cerdas, tidak punya cukup uang, tidak punya banyak keahlian, belum lagi kita mungkin punya beban problem hidup yang menyiksa: kekasih yang tidak setia, orangtua yang tidak pernah mau mengerti, dll.. dan bahkan jika kita cantik, pintar dan kaya, kita akan selalu merasa diri kita ada yang kurang. Dan kita frustasi menghadapi ini semua... Kita punya mimpi besar, tapi kita tidak tahu cara mencapainya. Hidup memang tidak adil. Dan ini membuat kita sungguh depresi ~

Kurang lebih, kita adalah Arthur Fleck. Dan serupa dengannya, selera humor adalah coping mechanism kita menghadapi hidup yang tragis. Kita harus tertawa dan optimis walau batin kita cemas dan pesimis. Kita mungkin menyukai memandang diri kita sendiri sebagai korban, dan menyalahkan lingkungan untuk nasib kita yang kurang mujur... Semakin buruk bagi lelaki, bahwa toxic masculinity membuat lelaki pantang untuk bersikap lemah. Misalnya, untuk sekedar menangis atau mengakui tidak berdaya. Arthur Fleck mungkin melambangkan hasrat itu: merasa kembali berdaya dengan melakukan kekerasan dan pembalasan dendam terhadap lingkungan.

Ah, apakah analisa saya ini sok tahu? Kayaknya sih gitu hahaha...

Kemungkinan berikutnya, kenapa banyak orang menyukai film Joker..... karena mereka benci MCU aja... Hoho.

Komentar

  1. Aokwokwkw memang harus beda ya gaya review dan ratingnya kalo bukan film Mcu, terlanjur skeptis duluan dehh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa skeptis duluan. Tapi aku punya argumen juga lho :D

      Hapus
  2. Jelas gak obyektif, orang fans MCU. Yg begini ini review2 gak mutu. Hanya berdasarkan suka atau tidak. Gak mutu banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah baca tulisan di atas ga sih?

      Hapus
    2. Hello you cinebro dumb-ass, situ bisa nulis review gak? Bisa analisa film gak? Jgn asal bacot komen "riview gak mutu". Perbaiki aja dlu selera film mu ya.

      Hapus
    3. Hello you reviewer/geek dumbass, situ bisa buat film gak? Bisa buat naskah yg baik dan tidak main aman gak? Bisa sesuain antara konsep dan hasil gak? Jangan asal bacotin orang "perbaiki selera film mu" atau "film main aman" dsb, biarin aja orang nikmatin filmnya atau fandomnya, buat film sendiri kalo bisa

      Hapus
    4. Hello..cuma itu kata2 pamungkasnya "bisa bikin film gak bla bla bla.." nerjemahi joker aja lu ga bisa selugas niken malah sok2an ngatain review sampah. Makanya pas bayi minta asi dong sama emaknya, jgn minum susu formula. Makanya anda jd gini

      Hapus
    5. Udah mb niken biarin saja haaaa, setiap org punya selera sendiri terhadap semua film...hiiiii

      Hapus
    6. Banyak yg tersinggung rupanya awokwowk.
      Ini kan dari sudut pandangnya mba Niken, chill aja bacanya.

      Hapus
    7. Tinggal nonton sajah udahh, gini nih kalau fanboy fanboy norak mcu maupun dceu. Kayak niken yang penggemar keras mcu yang secara tak sadar menanam ke subliminal message kita yang dari film ini bagus jadi keliatan "buruk". Ini juga yang bikin panas dingin penggemar dceu. Iya sih nulis nya suka suka, but fvk your'e self. So chill and enjoy hollywood movie.

      Hapus
    8. Yang bilang "bisa bikin film gak??" Komen paling tolol yg pernah gw denger. Dasar Fanboy Karbitan. Kalo semua bikin film terus penikmatnya siapa. Ya wajar ada yg suka dan dan nggak. Masalah review ya jgn anti kritik lah. Justru kritikus film ada biar produser biar bisa bikin film bagus. Gw pribadi menilai film JOKER dari akting phoenix sangat layak tonton. Kalo dari segi cerita memang tujuan dari film ini hanya sejarah Joker sendiri jadi memang agak hambar karena bukan film superhero yg pure action. Just drama history.

      Hapus
    9. Tolong sopan ya.

      Hapus
    10. Heran ya. Kalau gak sependapat, setidaknya bisa menyampaikan alasan dengan baik. Malah pakai kata-kata kasar dan menyudutkan.

      Hapus
  3. Joker di komik dan di game batman pun berbeda. Jadi emang kalo org gatau bakal ngatain review ini 'nyebelin'. Dan kata kata teman ku yang fans DC joker tu asl usulnya beda. Secara garis besar sama tapi beda. Maklum saya juga bukan review film. Dan sisi subyektif itu tetap perlu

    BalasHapus
  4. Mantapss..��
    Setuju bgt dgn reviewnya, setelah nonton ini saya jg merasa filmnya biasa aja..(ketolong ama akting Phoenix aja) Karena dlm benak saya Joker seharusnya emang Psychopath bukan "korban" dr ketidakadilan masyarakat atau disfunction family..(btw saya jg comic fanboy..so either DC or Marvel movie, I keep loving it)
    Jadi kalau judul film ini bukan Joker..saya pasti tidak melihat/merasakan karakter seorang penjahat jenius dan sinting nya Batman.

    BalasHapus
  5. Aku suka MCU,Joker,dan tulisan mba Niken

    BalasHapus
  6. Perlu di garis bawahi...joker ini versi todd phillips...bukan yg lain..

    BalasHapus
  7. Bravo! Review Joker terbaik yang sudah saya baca/tonton sejauh ini.

    BalasHapus
  8. I love good movies. Mau MCU, mau DC, mau jagat bumi langit, mau zombieland universe ato saint seiya universe sekalipun asalkan bagus ya bakal kunikmati. Review niken di sini kurang lebih sepemikiran dgnku. Habis nonton film joker ini aku rada bingung knp kok bnyk yg mengelu2kan film tsb. Okey, aktingnya si Joaquin ini mantap tapi kalo gak didukung dgn script yg mumpuni kyknya tetep bikin let down. Joker adalah salah satu musuh bebuyutan Batman yg, salah satu treat factornya adalah karena dia , clever & thinking out of the box. Sayangnya kecerdasan ini gak dimunculkan samsek di film joker. Minimal dia pinter garap sudoku kek, TTS kek, judi kek, but nope.. Joker versi Joaquin hanya sekedar Jokernya kita, bukan Jokernya Batman.

    Mgkn bnyk yg mencerca review ini karena gak sependapat aja karena merasa penilaian dia paling benar & penilaian yg gak sependapat adalah salah. yah seperti yg niken udah tuliskan: Kita berada dlm generasi narsistik. Generasi yg paling bener. Generasi yg gak pernah salah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. gini lho ya, kalo saya lihatnya Masalah pintar atau nggak si joker seperti di komik sepertinya bukan konsennya si todd phillips ya, tapi emang dia mau brojolin joker versinya sendri yg mungkin lebih realistis atau relate dengan akibat keadaan society, dan film ini semacam sentilan terhadap hal tersebut di amerika. Si todd phillips sepertinya emang sengaja ga mau buat joker ini menjadi bakal secerdas atau segila jokernya TDK, karna emang tujuan film standalone kan begitu?? Nggak harus terlalu dihubung2kan dengan joker asli di komik lah, di opening film sendiri tidak ditampilkan logo DC Comic yang berarti film joker sengaja dibuat ga relate dengan versi komik walaupun tetap ada easter egg nya. Lhaa film2 MCU sendiri juga banyak yg menyimpang dari versi komik, spiderman mcu juga originnya dibuat beda, jadi yaa sebenarnya ga perlu terlalu dipermasalahkan.

      Hapus
    2. Good point of view..

      Kalo emg visinya pak todd philips emg bgtu berarti dia udah melakukan hal yg amat beresiko (yg kalo seandainya berhasil banget akan jd suatu terobosan tp kalo gagal bakal jd bulan2an). Dalam hal ini keberhasilannya 50/50 aja. Joker joaquin berhasil narik simpati masyarakat umum berkat ke-relatable-annya, sayangnya buat beberapa org, yg punya pgalaman film & game batman yg sering ktmu joker, gak puas (trmasuk saya). Gak perlu ngomong Jokernya Heath, dibandingkan dgn Jokernya Nicholson aja masi kalah dari sisi kelicikan & unpredictablenya.

      Kurasa sih visi utk menampilkan hal relatable nya trlalu banyak porsinya. Mgkn idealnya saat si Arthur udah tertrigger utk total menjadi Joker kudunya ditunjukkan lagi dia bisa melakukan hal yg lbh gila & unpredictable drpd 'cuma' dandan menor, nembak 1 org secara live & tersenyum senang saat disorak2i.

      Yakin deh seandainya filmnya diberi judul lain (sebut saja Arthur ato Ratapan Anak Gotham) + gak ada ikon badutnya, pasti gak akan ada org2 yg habis nonton trus nyeletuk ato kepikiran, "karakter utamanya mirip karakter jokernya batman ya.."

      Hapus
    3. bahkan menurut saya, keputusan Todd Phillips untuk meniadakan Joker disini lebih "kasar" dan gak tactical dalam melakukan kejahatannya merupakan pilihan ideal dan realistis. sebelum bertransformasi menjadi Joker, Arthur hanyalah pria normal, tanpa kekuatan superpower, bukan lulusan militer, bukan juga bekas anggota gang berbakat yg taubat, ataupun gak kaya raya kayak Bruce Wayne. Jadi, bisa dibilang pengalaman dia memang nol, tanpa adanya modal berarti atau training jadi semi ninja di gunung. Transformasi nya memang spontan dan melihat momentum aja. Abis ngebunuh tiga orang di subway aja dia lari ketakutan. intinya, kalo ketika ia bertransformasi lalu si Arthur bisa seketika melakukan tindakan kejahatan yg kalkulatif atau mengedepankan strategi ya justru malah aneh.

      Hapus
    4. Yap aku setuju bgt kalo tau2 joker joaquin tau2 jd super pinter & manipulatif setelah sebelumnya dia society awkward pas masi waras.
      Tp saya rasa seharusnya bisa ada jalan tengah utk itu. Yang bisa merepresentasikan seorang joker tapi jg kriminal start up yg jam terbangnya blm banyak.

      Hapus
    5. Nah betul bro, joker disini pendekatannya lebih realistis karna menunjukkan transformasi dari yg tadinya hanya orang biasa yg kesulitan dan trtindas kemudian berubah menjadi lebih pede untuk berbuat jahat sesuka hati, ini yang bikin orang banyak yg suka karna ternyata relatable banget dngan kehidupan nyata sehari2 mereka walaupun mungkin ga sesuai ekspetasi sperti di komik. Kalo joker versi komik dan TDK itu sudah terlalu psiko jenius dan licik, backgroundny juga sengaja dibuat samar, jadi emang ga bisa dihubungkan dengan jokernya Phoenix yg mana backgroundny sendiri dari komedian gagal kalangan kelas bawah. (Ga ada background militer, gang bandit, ilmuwan, yang ada malah dulu benci sekolah mosok mau diharapkan bisa jenius licik? Kan aneh)

      Hapus
    6. Menurutku orang ga perlu jadi ilmuwan, anggota genk dan lain-lain untuk jadi orang pinter dan licik. Apa butuh 1 film lagi nih jadinya untuk transformasi dari sadboi dan full-of-rage Joker ke Joker yang beneran? Aku ga bilang harus jadi Joker full version, tapi at least sampai akhir aku ga percaya kalo Joker-nya Phoenix ini adalah Joker yang nantinya akan jadi Joker musuh Batman... Sorry :)

      Hapus
    7. Ya memang ga akan jadi musuh batman kok mbak niken wkwkwk namanya juga film standalone, bukan franchise atau universe jadi suka2 todd phillipsnya. Makanya si Todd sengaja buat joker versinya sendiri dimana asalnya dari masyarakat kelas bawah, ingin membuat versi realistis dengan kehidupan nyata.

      Kalo mau dibuat seperti bibit Joker TDK seperti kata mbak " ga perlu jadi imuwan, genk dan lain lain untuk jadi pinter dan licik." kan justru susah mbak, akan membingungkan atau bahkan plot hole originnya kalo mau dibuat selevel seperti joker TDK tetapi tidak kuat dasar originnya itu. Gimana jelasinnya ya, level jenius dan liciknya akan terkesan nanggung, sedangkan film origin harusnya setidaknya menjelaskan background kenapa dia bisa selicik atau sejenius itu, misalnya karna dia hobi baca buku, pengalaman militer atau mata2, atau emang watak dasarnya psikopat dan licik seperti Cletus Kasady host symbiotenya Carnage yg jadi musuh bebuyutan Venom.

      Tapi kembali ke Todd phillips, dia memang sengaja membuat joker sesuai visinya sendiri yang tidak terkait langsung dengan Comicbook sehingga memang tidak bisa dibandingkan dengan Joker versi The dark knight maupun versi Komik.

      Hapus
    8. Nah iya. Nanti tetiba si arthur pinter, kalkulatif, malah dikritik transformasinya gak meyakinkan :) pertanyaannya, kapan si Arthur mendeklarasikan kalo doi Joker? Sebelum tampil di acara Murray. Atau juga ketika mulai pake make up badut. Gak sampe 1x24 jam. Dan doi langsung diperlihatkan jenius, taktikal, manipulatif ala kriminal kelas atas nan berpengalaman? Kalo pun Mr. Phillips ngambil cara ini, agak ragu juga sih bakal dikasih poin positif. Mungkin bahasa nya "bagaimana mungkin seorang Arthur yang sebelumnya ketakutan lari habis membunuh tiga korban pertama nya, dibully pemuda-pemuda tanggung MENDADAK menjadi kriminal kelas atas nan jenius yang berpengalaman layaknya Michael Corleone?"

      Hapus
    9. Kerenn bener2 seperti pemikiran ku @alvi dan @anonimus

      Hapus
  9. Hmmh kalo film WB, DC, atau film indo pasti pelit rating ya 2,5, 3,5, paling tinggi 4 tapi harus dicari-cari dulu celah kesalahannya. Beda kalo mcu, atau film2 festival kayak A25, ratingnya kudu 4 atau 4,5. Time travel endgame yg ga logis aja ga dibahas. Ok niken

    BalasHapus
    Balasan
    1. Captain marvel yg terlalu generic aja gak direview bro

      Hapus
    2. Capt Marvel ga direview soalnya emang medioker sih. Haha.

      Film DC yg baru2 ini emang jelek semua, makanya ratenya jelek...

      Time travel end game yg ga logis yg mana? Yg bagian capt america? Itu ga ngaruh banget sama keseluruhan film soalnya. Makanya i'm okay with it..

      Hapus
    3. Kalo Shazam juga jelek ya mbak ?

      Hapus
    4. Oh iya ya Shazam. Shazam juga menurutku biasa aja dan ga sesuai sama bayanganku.. tapi kalo itu karena kesalahanku sendiri sih salah ekspektasi (mikir filmnya bakal film kocak dewasa tapi ternyata lebih ke film keluarga).

      Hapus
  10. Sebenernya yg menarik adalah kenapa penulis ga nyari tau gimana visi dan misi Todd Phillips sendiri soal Joker dari baca atau nonton interviewnya.
    Gapapa sih punya pendapat: lho, kalo joker itu ya kudu blockbuster, kudu gila, kudu kayak komiknya!

    Lha tapi, apa iya Todd bermaksud bikin joker yg begitu? Trus kalo ternyata ngga, apa ya harus banget jd yg begitu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini opiniku: Joker harusnya jadi villain yang cerdas. Ini harus. Jokernya TDK itu uda legend banget dan otomatis jadi standar..

      Soal origins Joker kayak gimana itu terserah Phillips, tapi menurutku secara karakter udah pakemnya dia itu harus beneran jahat, pinter, dan licik. Dia tuh villain yg paling terkenal lho.

      Ini sama kayak ada orang bikin Batman versinya lalu dibikin anak orang kaya yg manja bloon.. marah ga kira2 fansnya?

      Hapus
    2. kalau dalam 1 film joker ini harus menampilkan kecerdasan, kejahatan dan kelicikan seorang joker gak akan jadi film joker yang sekarang, malah mungkin jadi terkesan buru-buru dan maksa apalagi tau sendiri kan WB ngasih budget ke film ini kecil banget bahkan diharapkan "flop" oleh WB

      mangkanya film joker standalone ini udah sangat apik sekali menggambarkan seorang Arthur Fleck yang menuju menjadi Joker.. jadi anggap saja setelah end title film ini barulah Joker yang Cerdas, Jahat dan Licik tersajikan

      saat baru dalam fase Arthur Fleck yang terbuang dari society saja sudah semenarik ini, bayangkan saat dia sudah sepenuhnya menjadi Joker dan bebas dari segala tekanan society bakal jadi semengerikan apa Joker nya Joaquin Phoenix ini, yahh lagi2 ini pendapat subyektif sih hehe

      Hapus
  11. emang beneran subyektif bgt si ni orang. sok review ternyata sampah

    BalasHapus
  12. Salut banget sm mba niken berani jujur sejujur"nya nge review film (yang banyak banget fanboy-fanatisnya) ini. Mnrt aku pribadi Joker agak kurang memuaskan, mungkin bener karna terlalu main aman dan kurang menantang walau aktingnya Joaquin luar biasa disini, karna itulah film ini begitu diagung"kan. Sebenernya bagus, tapi terlalu overrated. Bahkan untuk tema yang sama, taxi driver atau the king of comedy masih jauh liar lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beberapa orang bilang film Joker ini meniru Taxi Driver dan The King of Comedy tapi cuma secara permukaannya aja.. :(

      Hapus
  13. Jujur setelah baca penuh review ini jelas penilaian mba niken sangat"subjektif (gaada salahnya pecinta mcu tapi jelas mempengaruhi penilaian film ini).
    Review nya keren beda tapi saya tidak setuju kalau joker ini main aman, toh bagaimana dengan ant man ragnarok capt marvel yg jauh lebih main aman dan ngikutin pakem formula mereka.
    Disini DC mau ngelawan itu dengan visi yang jelas beda yang marvel dengan disney gaakan bisa buat karena citra mereka yg 'ramah anak' dengan bikim film eksperimental seperti ini dan Todd philips yang bilang sendiri kok dia muter otak nyari visi diluar pakem sperti marvel yang susah utk mreka buat shingga menawarkan hal baru. Kekerasan disini juga bukan ranah aman (oke mgkin itu bagi movie geek sperti mba niken) tapi bagi oenonton general jelas sangat disturbing apalagi ketika arthur nusuk mata randal dam ngancurin palanya membuat seisi bioskop meringis itu yamg gabisa dibuat deadpool krena kekerasan dia terlalu campy. Dan inget ini dia blom jadi joker sepenuhnya jdi kita gatau bakal selicik atau seganas apa dia nanti ktika udh jadi full mode joker (mba niken lagi"udh bgitu pesimis) dan jujur saya nonton di imax pngalaman sangat intens ketika tulisan the end muncul penonton tepuk tangan sperti telah menyaksikan suguhan yang benar"baru dan mninggalkan kesan shock tinggal nunggu the batman reeves nnti sperti apa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih ya atas commentnya!

      Sebenarnya main aman yg aku maksud beda ya. Kalo film2 MCU itu memang visi misinya blockbuster dan family friendly. Apalagi Antman dan Thor Ragnarok yang emang pure dibikin komedi. Jadi ya kalo kisahnya klise (superhero pasti menang) tentu bisa dimaafkan. Apakah MCU selalu main aman? Iya, tapi emang itu tujuan utama film-film MCU dibuat. Untuk dinikmati banyak orang dan expand target market yg lebih besar dari pembaca komiknya.. mereka baru agak berat di seriesnya Capt America, atau Black Panther... Makanya fanboy dewasa edgy sukanya Winter Soldier.

      Nah, kalo Joker ini beda karena dia visimisinya mass entertainment tapi juga serius, dark, berat, dan ngejar kelas festival (kayaknya). Udah gitu punya materi berbahaya dengan ngangkat kisah villain (tanpa hero-nya pula) yg tentunya harus berbicara soal "moral" dengan lebih bijak. Otomatis kita akan menilai film ini dengan lebih serius lagi donk. Dan poin-poin kenapa film ini ga sebagus itu, aku sebutkan di atas... Untuk genre superhero emang Joker ini termasuk fresh, tapi kalo dibedah dengan lebih dalam, sebenarnya filmnya ga dalem2 banget.

      Untuk karakter joker, menurutku minimal harus udah ada bibit-bibit Joker sebagai supervillain di sini... Tapi di mataku Arthur/Joker di sini cuma galau mikirin nasibnya sendiri.. :(

      Hapus
  14. Pengen baca sih, tapi begitu liat kalo udah terpengaruh MCU (walaupun saya juga penggemar MCU) jadi males dan ninggalin komen doang deh hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya dibaca duluu donkkk... siapa tahu kita sepakat :)

      Hapus
  15. Bravo mbak Niken. Reviewnya bener-bener tegas & lugas. Heran saya kok review segamblang ini masih dipermasalahkan kejelasannya. Jadi memaklumi kenapa review Joker saya yg emg agak mengawang-awang banyak haters-nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal skorku masih lebih bagus dari skor Ulasanpilem lhoo hahaha

      Hapus
  16. Joker ini lebih kepada proses, joker yg sudah existing merupakan hasil dari ini, dari sini lah akan dihasilkan sosok violent, brutal, cerdas, taktikal, dan anarki yg kita kenal selama ini, karena membuat sesuatu Anomali seperti sosok joker juga ga gampang mengingat originnya joker sendiri masih misterius, kita disodori sepotong roti dan disuruh menjabarkan apa bahan dan bagaimana prosesnya, saya fikir todd philips udah melakukan pekerjaan yg cukup baik IMO

    BalasHapus
    Balasan
    1. I know what you mean..

      Jokernya nicholson jg berangkat dari orang waras (mskpn dasarnya pas masi waras jd kriminal sih) trus berubah jd joker, Tp lebih terasa kebengisan, kelicikan & unpredictable nya drpd Jokernya Joaquin.

      Entah kesalahannya ada pada visi pak sutradara ato penonton yg pernah merasakan joker versi lain (sebut saja penonton tua) jd ekspektasinya udah beda. 'Penonton tua' ini mikirnya adalah ketika sang tokoh tertrigger jd joker dia akan begini begitu, pokoknya yg worth the name to be Batman main nemesis lah.

      Kurasa yg dibutuhkan film ini utk memuaskan 'penonton tua' cuma 10 menit terakhir utk menunjukkan THE JOKER has born, no more Arthur Fleck you can relateable anymore. Sayangnya cuma ditunjukkan sedikit & 'main aman' saat Arthur di Asylum berjalan kaki dengan meninggalkan cap kaki basah seperti kena darah.

      Hapus
    2. Joker versi phoenix ini versi yang baru pertama kali ngerasain jadi orang jahat dan berbuat kriminal, masih newbie haha

      Hapus
  17. ga dikasi nilai 1 sekalian njing?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wow.. Bikin akun khusus buat nyinyirin yg punya blog kah ini?
      So much effort yg seandainya dialokasikan utk bersih2 bisa bikin RT lu menang kalpataru..

      Hapus
  18. Joker ini tampaknya memang sudah ditakdirkan untuk menjadi film yang akan mendapat respon yang sangat divisif dari berbagai kalangan. Toh penonton dari kalangan awam entah dia fandom atau bukan ternyata banyak banget yg suka film joker sepertinya bukan karna semata-mata harus sesuai karakter komiknya.
           Melainkan karna film ini ngangkat tema yg sepertinya selama ini kurang diangkat diperfilman tapi relate dengan realita, seperti depresi (walau bukan fokus utama), sulitnya menjadi orang susah atau miskin yang lemah dengan penyakit saraf dan mental sementara dia tinggal di lingkungan masyarakat toxic dengan orang2 sinting yang seenaknya nindas orang lain seperti anak muda di opening film. Seenggaknya orang-orang bs tahu kalau faktor eksternal (lingkungan) bisa berpengaruh buruk bagi kondisi psikologis seseorang. Salah satu pesan moral yg saya dapat dari film ini, diharapkan kita semua paham kalau sekecil apapun tindakan kita, pasti ada dampaknya.
            Berbeda dengan kalangan kritikus, moviegoers kelas film festival, atau fandom sebelah garis keras yg mungkin sudah skeptis dngan film "tandingannya", film ini akan dinilai dingin dari sudut pandang yang berbeda misalnya pesan ceritanya tidak semendalam film yang dianggap selevelnya, sifat gila dan liciknya harusnya sesuai komik, padahal kalo menurut saya "joker" versi phillips ini yang paling realistis dan sangat potensial ada di masyarakat, dan orang awam lebih mudah mencerna ceritanya. Cara orang memandang film itu bisa beda2 tergantung anda di posisi mana.
            Terlepas dari sisi kontroversialnya, saya sendiri mengharapkan film ini dapat nominasi oscar tahun ini setidaknya dari segi cinematography dan scoring yang menurut saya artsy dan menggugah emosi, walaupun saya sendiri cukup pesimis karna sepertinya media amerika  "needed joker to fail" dan kelihatan banget upaya nge "bashed" dan black campaign nya agar disingkirkan dari oscar (vice, the new yorker, the guardian) seolah film yg sangat terrible atau shouldn't see padahal jauh lebih banyak film yg lebih sadis dari joker tapi tidak diblack campaign sama media karna dianggap tidak se politis joker.
             Fakta tidak bisa dibantah bahwa ternyata banyak banget yang memberi applause kepada  film joker ini dan juga penghargaan di venice sbagai bukti, sementara disaat yang bersamaan juga ternyata banyak yang mencibir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmmm.... Pertanyaan pertama: kenapa orang-orang suka merasa "relatable" dengan karakter Arthur? Apa ini menunjukkan seluruh audiens di seluruh dunia depresi, miskin, punya abusive mother, dan punya mental illness? Atau apakah kita sebenarnya ingin memproyeksikan diri dengan karakter Joker? Kita merasa diri jadi orang gagal, lalu ingin "bales dendam" ke masyarakat?

      Tapi ya memang benar sih, kalo dilihat sebagai film based on comic book dan mainstream movie, Joker ini emang beda dan tipikal yang disukai fanboy dewasa. Cuma ga salah ketika ngasih tema dark dan berat, terinspirasi dari film2 Scorsese pula, orang akan pakai kacamata lebih kritis.

      Hapus
    2. Gini mbak. Kalo menurut saya, orang banyak relate dengan film Joker itu karna kekesalan batin yg tidak pernah atau sulit terutarakan karna keraguan atau tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya. Dan tentunya, orang2 yg pernah tertindas, terbully atau terkucilin dalam sosial lah yg akan sangat relate dengan film ini, atau mungkin orang2 biasa yg iri atau kesal dengan kaum sosialita2 yg suka umbar kemewahan, pamer, atau bergaul hanya dengan orang2 selevelnya saja. Joker juga menyindir kelebayan masyarakat/society/netizen dalam menanggapai berita tragedi / duka cita. ( saya ambil contoh misalnya bom paris) yg sebenarnya parahnya tidak seberapa parahnya duka perang timteng/palestina yg korbannya banyak anak2 dan wanita, tapi karena media barat, dan pejabat publik terkenal barat/usa dan dunia ikut berduka dan mengecam bom paris, maka timbul kesan seolah tewasnya korban2 bom paris itu kejadian yg jauh lebih luar biasa daripada tewasnya anak2 korban perang timteng irak suriah yg tubuhnya hancur kena bom fosfor putih.
      Ini salah satu yg sebenarnya disindir di film joker pada adegan talkshow, dimana si arthur bilang "why is everybody so upset about these guys. If it was me dying on the sidewalk you'd walk right over me. I pass you everyday and you dont notice me. But these guys, what because Thomas Wayne went crying about them on TV". Ini adalah sindrian terhadap ketidakadilan perlakuan terhadap orang2 pada kasus yg sama tapi karna orang yg diperlakukan itu beda status jadi beda perlakuannya. Sama seperti mbak niken yg hampir selalu review positif film mcu tapi terkesan kritis banget trhadap jenis atau fandom film yg mbak masih agak skeptis.
      Analogi tersebut juga bisa dicocokkan dengan kasus jefri nichol atau nunung yg kenak kasus narkoba, ternyata banyak netizen yg menyemangatinya, tidak menyangka, atau bahkan tidak rela "kok idola saya dipenjara, semoga tidak benar, semangat jefrikuu pacarku" dan blablabla bullshit lainnya. Mereka direspon seperti itu karena sudah terlanjur terkenal, selevel seleb2 atau influencer seperti atta halilintar atau fiersa besari.
      Coba bayangkan kalo yang ditangkap karna kasus narkoba itu misalnya mbak niken, suami mbak niken, atau saudara atau sahabat misalnya. Apakah netizen akan peduli? Apakah mereka akan menyemangati atau mendukung seperti kasus nunung atau jefri?? Jawabannya TIDAK MUNGKIN, karena mereka tidak kenal, kecuali kalo itu keluarga dan kerabat anda atau sahabat anda misalnya, dan sisanya akan MENGGUNJING, MENCIBIR, MENGHUJAT. "Masa depan suram, hukum mati bandar, nyusahin orang tua, habisi, rasain penjara " dan blablabla. Seperti itulah gambarannya.
      Jika mbak niken tidak relate dengan joker versi arthur fleck ini, maka BERSYUKURLAH. Mungkin hidup mbak masih jauh dari kesuraman2, depresi, atau mungkin mbak tidak pernah merasakan bagaimana rasanya dikucilin atau dicuekin society sekitar anda misalnya lingkungan teman sekelas anda, atau organisasi, berarti Alhamdulillah mbak niken masih mendapatkan lingkungan society yang masih peduli dengan mbak juga.

      Hapus
  19. I respect you whatever your opinion, sis. Tapi kalo dibilang banyak yg suka karena BENCI MCU, semoga mbak niken cuma sarkastik aja sih. Kalo banyak yg suka krn terasa fresh dibandingkan MCU, iya. Bahkan setelah nonton Joker aja, bagi saya, Endgame kayak film anak-anak dibandingin ini (and I love that movie, btw).
    Dari tulisan di atas, mungkin saya paling sepakat cuma mengenai quote random "orang jahat bla bla bla adalah dari bla bla yg tersakiti" yg beneran bikin kesel setiap ada ini muncul di tl twitter/ig. krn menurut saya, sebelum jadi Joker, Arthur gak bisa dibilang baik juga. Doi udah jadi antihero semenjak ngebunuh si tiga orang di kereta.
    Btw, Melihat komentarnya, saya jadi ingat review nya Bang Rasyid yg dikritik abis-abisan setelah ngereview Thor: Ragnarok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. Kata-kata "benci MCU" sebagai semacam click bait aja biar membangkitkan amarah society. Wkwkw.

      Hahaha iya ya review Thor Ragnarok itu commentnya pada marah2 :D

      Hapus
  20. Yes... bertahun" baca review baru disini doang komenya ngegass semua
    Btw filmnya joker lemot. Karuan nonton parasite

    BalasHapus
  21. respectfully DISAGREE lol

    but it's ok, im not mad. opinion, right?

    BalasHapus
  22. "Best picture 2 years ago was about a woman fucking a fish." ~ Stephen Miller

    BalasHapus
  23. Saya termasuk yg kontra dgn reviewnya dan untuk membuktikan kebenaran dr tulisan kmu saya 'terpaksa' nonton lagi untuk kedua kalinya.. Dan ternyata hasilnya adalah ttp tidak mengubah pendirian saya semula..

    Malah kemudian saya berpikir alangkah menyedihkan ketika kita nonton film tp dikepala kita sudah dipenuhin muatan, kesan atau apalah dr film2 sblmnya...yg menurut saya hal tsb akan mengurangi kenikmatan menonton.... nonton film spt itu ga 'lepas' krn kayak dikotak2in... spt yg Niken bilang ttg suaminya yg nonton tidak spt bayangannya... jd nonton tu kayak beban..
    Mustinya sih kosong aja jd otak lebih bisa menyerap filmnya lbh objektif..just sit n enjoy aja..

    Tp mungkin klo utk reviewer spt Niken emg harus spt itu..yaa terserah aja...termasuk opini yg sgt subjektif yg kemudian dituangkan dlm sebuah tulisan ya silakan aja...walau klo saya baca2 lg terutama review2 film2nya lbh berkesan anti mainstream..kayak 'menjauhi' hal2 yg disukai masyarakat umum...biar dibilang keren ato apa ga tau jg...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nice opinion.. Kesimpulan yg Saya dapet setelah baca opini anda adalah: Film Ini akan sempurna bila tidak Ada sangkut pautnya dgn DC.

      Dengan adanya elemen DC (Gotham, joker, wayne, dll ) otomatis akan Ada penonton dgn pikiran yg terkotak2an. Itu gak bisa dihindari bagi sebagian penonton & itu adalah hal yg naluriah. Karena pop culture DC udah Ada sejak puluhan tahun lalu & kepopulerannya bertahan sampai sekarang.
      Andai judul filmnya diganti nama jadi 'Arthur', ikon badutnya diganti ikon 'smiley', dsb, gak akan Ada penonton yg masuk bioskop dgn pikiran terkotak2an (ato dgn istilah anda 'membawa beban') .

      Hapus
  24. Gw pengen komen tapi yaudahlah.. persepsi orang beda.. ada yg terlalu childish. Ada yang suka dark.. ada yang suka CGI, tapi menurut gw sih ini film bener2 masterpiece, sebuah comicbook movie yang ga berkesan seperti coomicbook. Tapi lebih ke realitas kita saat ini.. bagaimana todd philiip membawa kisah sang karakter joker yang mungkin saja bisa dialami oleh siapa saja, sya ambil 1 contoh.. film herreditary kenapa bisa sadis seremnya? Bukan karena jumpscare atau hantu berdarah.. tapi lebih kesisi pshycologis dimana itu "bisa saja terjadi kepada kita saat ini".. percakapan dialog yang intense cukup membuat bulu kuduk merinding, jadi menurut gw story joker ini udah perfect bgt, bagi yg bulang eh ini joker kurang sadis.. kurang pintar.. kurang kayak TDK, broooo mending resapi dulu filmnya.. breakdown dulu.. jgn sok tau dulu.. hehe (peace), n jika anda menilai film ini sebagai hal biasa. Oklah. But jangan lupa aspek seperti scoring by hildur yg mantep bgt, lu bilang akting joaquin bagus? Bagi gw diatas kata "bagus" lu.. fix gw berani taruhan next year dia menang best actor oscar, sorry comment gw kepanjangan.. tapi menurut gw komen gw jauh lebih berbobot dari review lu, note: gw bukan fanboy comic.. bahkan gapernah sekalipun baca comicbook, hanya nonton tc n main game doang, tapi dari segi film.. film ini gw kategorikan masterpiece, let's see next year oscar.. bro niken yang maha tau, subjectif? Tapi harus rasional lah.. SJW
    .
    1 lagi.. jika bilang ini banyak mengambil unsur KOC or taxi driver.. mending lu baca artikel dulu biar ga malu sendiri.. todd udh pernah bilang bahwa film ini akan mengikuti beberapa aspek dari film lain seperti yg gw sebut.. bahkan (sorry spoiler: TDK returns juga ada scene pas interview mirip2 diakhir) n dia juga bilang. Bahwa walau film ini blabla.. tapi akan tetap menggunakan aspek comic, so.. sebelum jadi reviewer yang subjectif.. mending baca2 dulu.. biar ga malu sendiri.
    5/5
    Ohya lupa.. gw baru inget ternyata bro niken fanboy/girl marvel.. PANTESAN. Saudaraan ama SJW. Thanks.. this is my opinion.. so.. stfu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Idih katanya nda mau komen bro.....puanjang banget....wah nda komitmen, seperti komen nya haaaa

      Hapus
    2. Masnya.juga coba baca kritikan2 dari kritikus luar yang bilang kenapa film Joker ga sebagus itu deh mas... mereka jelas lebih punya poin yang lebih valid dari saya :)

      Hapus
    3. udah panjang, gak jelas pula.

      Hapus
  25. Belum bisa komen...soale beluummm nontonnn....(kebiasaan nonton telat-telatan)

    BalasHapus
  26. Seru - seru haaaa...klu film dan segala isinya sich nda komen saya, krn saya bukan fans DC haaa
    tapi saya setuju dengan apa yang disampaikan mb niken

    cmn klu aktingnya mah josh gandos, boleh lah dapat oscar.

    BalasHapus
  27. kalau film ini buatan christoper nolan.. kamu akan bilang bagus..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi kalo buatan A24 dan sutradaranya Ari Aster, auto elevated taste dengan rating 4 bintang wkwkwk

      Hapus
  28. karena film ini kurang boring, jadi cuma dpt 3,5.. coba kalau seboring once upon a time atau ad astra.. pasti dapat nilai 4..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gua nnton once upon a time serasa kyk lg onani yg sia2, haha

      Hapus
  29. Ya namanya review pasti subjektif teman2ku sekalian, kalau tidak setuju yaudah buat review sendiri sih ribet amat hobi banget debat deh orang indo ;)

    BalasHapus
  30. Joker di film ini kan memang belum jadi phsyco-maniac. Karena pada dasarnya, film ini hanya menceritakan bagaimana seorang Arthur Fleck bertransformasi menjadi Joker.

    Dan mungkin ada yang lepas dari pengamatan Mbak Niken. Scene terakhir justru menjadi teka-teki apakah semua yang terjadi benar2 "real" atau hanya delusi seorang Arthur Fleck semata.

    Clue: RS Arkham di scene terakhir terlihat sangat putih bersih, berbeda dengan scene2 sebelumnya yang terlihat kotor dan kumuh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Scene terakhir di RS Arkham itu menurut saya juga biasa aja hehe. Ga yang mind-blowing atau gimana... Kalopun ini delusi ya malah ga seru.

      Hapus
    2. Malah bagus dong, kalau scene terakhir itu apakah delusi atau tidak, biar ada diskusi setelah film selesai

      Hapus
  31. Penonton hardcore itu memang dia pintarnya nyari bagusnya film biasa2 dan nyari jeleknya film bagus biar terlihat beda. Kencingilah air zam-zam maka kamu akan terkenal.

    BalasHapus
  32. joker dapat nilai 3,5... ad astra dpt nilai 4.. saya aja heran, brad pitt kok mau main film begitu.. kyk gak ada film lain aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lho malah Plan B punyanya Brad Pitt juga ikutan jadi produser kok :)

      Hapus
  33. Kenapa banyak yang gasuka dengan review mba niken karena joker sendiri pun udah jadi fenomena kuat di masyarakat dan sebegitu banyak yang suka dibanding divisif, bayangin box office nya yg mecahin rekor r rated dan jauh melampaui justice league yg isinya para superhero tenar padahal ini target penonton lebih ke festival. Selain rame di medsos baru"ini gue ngeliat kalo demo protes terbaru di tiongkok hongkong sama lebanon ke pemerintah pake simbol makeup joker phillips ini, nunjukin kalo sebuah karya film bisa seberpengaruh itu ke masyarakat kalo dibikin dengan baik itulah kenapa pendapat scorsece dan coppola sangat masuk akal kepada marvel meskipun ga 100%bener

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang divisif sebenarnya lebih ke kritikus sih hehehe.

      Hapus
  34. Kalo film ini buatan ari aster/A24 dan tidak ada hubungannya sama skali dengan DC, blogger ini akan sok2 peduli dengan karakter ( Arthur) atau pembuat film "aPaKah kAMu PuNyA mAsAlaH? aPakAh pUnYa gaNgGuaN kEceMasAn?" Tapi karena si Joker ini masih ada hubungan dengan DC, tidak peduli dengan latar atau kesulitan posisi Arthur, si Joker harus dinilai sesuai standar komik dengan sekritis2nya, beda dngan mcu yg harus dibela sebaik2nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Justru idealnya film Ini gak Ada elemen2 DC, Dengan gtu org2 yg udah kadung kenal karakter joker gak punya pikiran terkotak2an bawa joker harus bgni-bgtu. Bukan Karena antifans DC ato pro-marvel tapi ya memang pak Todd trlalu bnyk porsinya mmbuat Joker relatable dgn kita. Bahkan ketika Arthur sudah tertrigger sepenuhnya Jd 'GILA' pun masi bukan level 'GILA'nya joker juga. Masi sebatas pasien RSJ reguler yg kebetulan jd idola kaum anti-pemerintah gotham. Sama seperti karakter (Mari kita ambil villain lain) Two Faced yg serius, loss faith in society system & karismatik. Bukan cuma sekedar dipake trademarknya yg double personalities & mantan pengacara saja.

      Hapus
  35. Hadeh, cuma soal jokernya yg ngga keliatan pinter/sadis diprotes,ngga sama kaya dikomik diprotes....liat noh MCU yg jauh dari komik...... spiderman nya yg bocah,tony stark jadi kaya bapak nya spiderman,mysterio pake cgi gitu,knapa kaga diprotes???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perbandingannya bukan itu. Perbandingannya Batman dibikin bloon.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. lu yg bloon dasar review amatiran banyak cingcong

      Hapus
    4. Ih mas/mbak Humanism mampir lagi ke blog ini.. XD

      Hapus
  36. Saya suka MCU & DC, tp utk film ini saya lebih spesifik ke karakterJokernya, di ending pun kita melihat twist dengan fakta bahwa bisa jadi kita selama ini melihat skenario yang sedang Joker buat. Di komik pun dengan jelas karakterJoker ini menyampaikan kalau dia suka memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Menurutku ak, Joker yang kita lihat memang beneran seorang psikopat hanya saja karena kita ada di sudut pandang Joker jadi kita melihat apa yang ingin Joker lihat bukan Bruce Wayne atau korban-korban Joker lainnya. Ak juga kurang setuju kalau mb Niken bilang sutradara main aman karena menurutku justru sutradara disini main ga aman karena alih-alih menampilkan Joker dr sudut pandang korban-korbannya seperti yang biasa kita lihat di film-film sebelumnya, kita justru diajak melihat dari sudut pandang villain utamanya. Terakhir soal main aman, ak sendiri juga baru sadar kalo review mb Niken juga main aman dengan mayoritas selalu menyampaikan di awal kalau setiap review bersifat subjektif jadi ya sah-sah saja hahaha. Biasanya ak tim pro sama review mb Niken tp kali ini termasuk yang tim kontra, entah karena mb Niken mau mencoba menampilkan review yg berbeda atau ada faktor subjektif lain. Btw ini juga pendapat subjektif dari saya. Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya yg aku sebut main aman karena perjalanan karakter Joker di sini ga benar-benar ditampilin "jahat'. Jahat itu ketika melakukan sesuatu ke tokoh yang kita anggap "baik". Tapi di sini joker/arthur menurutku hanya "balas dendam" ke orang yang jahat sama dia... Apalagi sepanjang film ini kita dibikin "ngeroot" dengan karakter Joker doank.

      Nah, aku bilang subyektif emang karena review ini kan review suka-suka dan ala-ala. Kalo ga percaya lho ya gpp wong ini review amatir kok.. tapi dibilangin gitu aja masih banyak yg marah-marah :))

      Hapus
  37. Balas dendam it hanya permulaan atau mungkin hanya rekayasa cerita Joker saja saat sedang di interview oleh psikiater & psikiater di ending film juga tidak diketahui nasibnya, hanya bercak darah saja disepatu, bisa saja di dibunuh tp penonton dibiarkan tidak tahu. Btw definisi jahat it tidak harus membunuh orang baik ya & karakter Joker yg Joker bunuh juga tidak cukup punya alasan kuat sampai harus dibunuh. Bayangkan km ngundang sesorang terus diajak bercanda eh taunya dia sakit hati terus kamu dibunuh. Terus apakah kamu mati sebagai penjahat, tentu tidak. Km mati sebagai orang apes haha. Lagian dalam kehidupan nyata ini baik & buruk it adalah dua hal yg ada dalam jati diri setiap manusia. Pengelompokan baik & jahat it hanya ada di cerita fiksi. Sedangkan film ini mencoba untuk menampilkan latar belakang cerita se nyata mungkin dengan kehidupan kita sehari-hari. Tapi sudah lah, film ini sukses karena membuat orang berdebat, ga debat ga sukses. Hahaha

    BalasHapus
  38. "comedy is subjective muray, u know what the say? all of you the system who knows so much, u decide what's right or wrong, the same way.. u decide whats funny or not!

    BalasHapus
  39. Terima kasih untuk informasinya, jadi ceritanya waktu saya nonton film ini di bioskop, rasanya otak saya seperti bergetar.. saya seperti melihat diri saya dari sisi yang lain. Bagaimana mungkin orang yang cupu seperti saya merasakan hal yang sangat berlawanan dengan hati nurani saya bisa tergerak dengan film ini. Mungkin saja memang film ini bisa memainkan emosi seseorang bak hipnotis. Nonton Film Joker Sub Indo

    BalasHapus
  40. Abis nnton joker 2019, cma satu prtnyaan ku, knp IQ nya joker d sini kok jauh bgt kya joker musuh nya batman ?? Mau udah jadi joker kek ato belum jadi joker kek harus nya kecerdasan seseorang ttep ada dan terlihat, mungkin oke lah klo sifat jahat nya belum ada, tp ini kecerdasan lo, sesuatu yg lu bawa dr lahir bukan sesuatu yg terbentuk krna trauma/kejadian/situasi tertentu !!! Modal utama joker jd musuh nya batman tu ya cerdas nya bukan kekuatan nya, tp joker nya phoenix sma skali ga smpe situ. Heran knpa bnyak bgt anak alay yg muja2 ni film ?? Anak alay generasi milenial kek gini ma gmana influencer kali ya, klo influencer bilang bagus semuaa ikut2 an euforia... najis bgt gw dah wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jujur, menurut saya juga Joker difilm ini memang beda dengan yg selama ini di komik atau film, tapi pintarnya si todd philips dan penulis film mengambil pendekatan berbeda dengan menyajikan cerita "orang yang terzalimi/disakiti" dan itu yang bikin orang banyak suka, karena mereka melihat joker ini refleksi dari mereka orang2 yang selama ini sering dihina/bully, disakiti/dizalimi sosial, sistem, atau bahkan keluarga sendiri. Joker ini ibaratkan "hero" bagi mereka karna keluh kesah atau perasaan batin mereka bisa tersampaikan lewat film (Artinya didunia ini banyak "Joker" potensial lainnya ). Hmm gimana ya, akan lebih mudah memahami posisi joker kalo misalnya selama hidup anda, anda sering dibully, dihina, ditimpa banyak masalah pekerjaan/dimarahi bos sinting, atau bahkan dijahati sistem sosial sedangkan anda sakit hati tapi tak terbalaskan.

      Ohh ya satu lagi bro, kalo pake logika anak alay/influence mu tadi, Film MCU juga begitu bro wkakawakawaka, ketika euforia wahh, influencer dan netizen rame muncul banyak fans marvel karbitan padahal baca komikmya aja nggak

      Hapus
    2. Gw lg ga ngmngin marvel ato dc kok, dua dua nya gw suka dan bukan juga fans fanatik kedua nya. Yg gw kritik tu kaum milenial alay yg ia ia aja gmana kata influencer mau itu fans marvel atau dc.
      Jstru itu yg bikin gw najis, hanya karna joker ni hdup nya prihatin dan kbtulan sma kaya yg dialami sbagian besar orang trs mereka jadi lupa gtu klo esensi nya joker tu mahluk cerdas, bukan mahluk yang terdzolimi. Kan konyol bgt manusia manusia kya gtu wkwkwk, subyektif bgt dong tuh manusia manusia alay wkwkwk. Mnrt gw yg dilakuin tod dg menghilangkan esensi utama dr bagaimana cerdas nya joker tu bkan sesuatu yg bagus, klo mau bkin film kaya gini mnding ga usah pake embel2 gotham city, keluarga wyne atau sgala yg berbau dc sekalian soalnya yg dia lakuin malah memperburuk atau gw berani bilang MERENDAHKAN karakter joker itu sendiri ! Tp tod ga berani lakuin itu, karna apa ? Karana ga akan laku film nya kalau ga bawa embel2 DC !
      Dan lu tau gak hal apa yg parah selain dr joker yg low IQ d sini ? Film nya predictable bgt !!! Dr awal smpe akhir film gw bisa dg mudah nya tau apa yg akan terjadi di scene berikut nya !! Berasa kaya nonton sinetron indo lah gw wkwkwk. Satu satu nya yg ngtwist cuma tentang delusi si joker yg tentang pacar nya itu tp sial nya lg itu ga ngasih big impact sma ksluruhan alur cerita !! That's not even a big deal !!! Itu hnya slah satu dr sekian bnyak cara todd ngasih tau kita btapa menderita nya si joker versi nya dia.
      Ni yg punya blog sbenernya dah baik bgt ngasih scor 3,5 dr 5. Klo scor dr gw malah ga smpe 3 hehe. Satu satu nya hal yg nyelametin film ini tu gmna luar biasa nya acting pemeran si joker dan sinematografi nya aja.

      Hapus
    3. Lo ngomong atau ngetik berbuih-buih Ya itu cuma opini lo doang, mayoritas penonton suka filmnya dan WB tetap untung banyak wkwkw

      Hapus
    4. Lho kan ini judul blog nya review film, ya jelas gw ngmngin opini gw. Mau mayoritas org suka jga tetep aja apa yg jadi opini gw emng bener, dan satu hal lg mayoritas bukan brarti bnar, jstru krna mayoritas org suka jd bkin fktanya tmbah miris itu brarti mayoritas orang lupa klo joker tu HARUS NYA cerdas bulan terdzolimi. Dan brarti ngbuktiin klo mayoritas org itu juga pnya bad taste soal film. Mslh wb mau untung ato engga ma bukan urusan gw, yg jlas gw nympein opini gw sbg konsumen yg udah ngluarin uang buat beli tiket dan ternyta film nya ga bsa menuaskan gw sbg konsumen.

      Hapus
  41. Selera juga ngaruh. Saya gak tertarik nonton Joker untuk kedua kali. Itu pasti membosankan. Sekali aja udah cukup. Ya, ini film bagus, tapi tidak sebagus kata orang-orang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kerenya film ini emang sukses bikin kalian berdebat karena saking kerenya kalian ampe adu argument, ketawa tu Jokernya karena kalian dibikin jd 2 kubu wkwkwk. Ud kalian baku hantam aja tanggung cm adu argument ��

      Hapus
  42. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  43. Untuk Niken dan juga blogger film lainnya, lain kali kalo review ga usah kasih rating/nilai bintang kalo penilaiannya aja secara kualitatif, apalagi subjektif. Selera pribadi tidak bisa jadi standar atau satuan baku untuk memberi ukuran nilai suatu film, banyak variabel penilaian yg beda2 tergantung selera/sudut pandang penilainya. Saya lebih setuju kalo menilainya secara kualitatif aja tanpa embel2 rating, buat judul yg clickbait kayak judul/thumbnailnya cinecrib

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua opini di dunia ini subyektif. Kalau mau obyektif saya bikin karya ilmiah...

      Btw saya masih ga nyambung menilai secara kualitatif gimana ya maksudnya? Bisa dijelaskan? :)

      Hapus
  44. BANYAK BACOT YA YG KOMENTAR DISINI. UDAH SANA KALIAN MENDING TETAP NGOBROL SAJA DI OPEN CHAT LINE SQARE FILM2 ITU SAMA ADMINNYA YG RATA2 ANAK KEMARIN SORE TAPI SERASA NGELEBIHI SUTRADARA & PROSUDER NYA MENGKRITIK.
    PADA SOK2AN MUJI2 FILM JOKER ITU BAGUS, BARU NONTON FILM BEGINI AJA HEBOH KALIAN NORAK. PERBAIKI DULU DEH SELERA FILM KALIAN. KAMPUNGAN TAUK

    BalasHapus
  45. whoaaa makasih banget mbak udah ngebagiin tulisan om David Ehrlich juga, gw setuju banget 'temen' si narrator di fight club emng lebih Joker dari pada Joker, maksudnya jokernya om Phoenix.

    dan yep, jokernya om Phillips bukan origin-nya joker om Nolan

    BalasHapus
  46. Mbak boleh tahu apa rahasianya agar mbak tetap sabar menghadapi hujatan netizen yg tidak setuju dengan reviewer mbak.. Saya lihat mbak sabar bingit ๐Ÿ˜Padahal cuma pendapat tp knp malah dihujat ya, disitu saya bingung ๐Ÿ˜‚.. Anyway tetep semangat review filmnya mbak niken, dibalik hatters ada lovers seperti saya ini yg selalu menunggu reviewer mbak..๐Ÿ˜❤

    BalasHapus
  47. Gua fans berat batman,

    Apa yg di sampaikan mbak Niken ini ga ada yg salah ko.
    Gua pribadi ngerasa film ini "nanggung" di segala sisi.
    Apalagi untuk org yg cinta sama The Dark Knight.

    Menurut gua ini adalah film yg mustahil ada batman nya.
    (ga mustahil sih klo emg maksa banget pengen bikin). Hehe

    Satu-satu nya hal yg gua gak setuju dengan mbak Niken (mungkin ya.. Gua baru baca 2 postingan doang sih sama ini)..
    adalah klo mbak Niken bilang "Avengers : End Game film bagus".. Wkwkwkwkwkwk

    BalasHapus
  48. Aku telat sih nonton joker dan nonton karna aktor dan filmnya masuk nominasi oscar jadi penasaran aja, aku nonton tanpa tau sosok joker yg terkenal di dc itu kyk gimana, baru tau kenapa namanya joker juga di film ini,menurutku dari sisi psikologis film ini menarik karna menggambarkan bagaimana pengaruh orang tua,lingkungan,dan sosial bisa sangat mempengaruhi karakter seseorang

    BalasHapus
  49. Yg gw tau, kalo karakter joker seperti di film ini, gak usah Batman, polisi india aja bisa tuh nangkep dia..

    BalasHapus
  50. HEIII.....kalian yang bilang tinggal nonton aja susah...tanpa kritik dan review industri film gak ada feedback....kenapa dibutuhkan kritikus ya dikarenakan harus ada ornag yang menilai fillmnya dengan menepikan perasaan aku suka Ama filmnya tapi aku harus mengkritik film itu secara esensinya...aku jujur nonton film ini sependapat dengan mbak Niken malah lebih bagus taxi driver.mending kalian' memperluas wawasan kalian dan selera kalian

    BalasHapus
  51. Yang komen ribut2 kelihatan mrk itu newbi yg mendadak pengen (sok) muji & review film yang baru saja mrk tonton di bioskop krn kebawa hype di sosmed (dalam artian mrk itu newbi byg aru melek ngeliat arti film itu apa/baru mengenal dunia film lah kasarnya) jadinya mrk bacot2 dan muji2 film joker orang jahat orang yg tersakiti bla bla bla jancok motherfucker. Coba tonton The Dark Knight tuh buat newbi milennial yang dgn torrent aja blom tau (download film msh nanya2 link, paling banter taunya pahe wkwkw newbi banget), megap2 lah kalian sama filmnya. NORAK LU , NEWBI, MALU2IN DIRI SENDIRI, BUKANNYA BELAJAR MELIHAT SUDUT PANDANG LAIN MALAH KALIAN MAKI2 DI BLOG ORANG. BODOH KALIAN JGN DITUNJUKIN.

    BalasHapus
  52. Film yang bagus adalah film yg setelah di tonton menimbulkan perdebatan dan diskusi, buktinya kita lihat diskusi2 di blog ini isinya daging semua, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. diskusinya memang bagus. tapi disayangkan banyak yang mengeluarkan pendapat secara tidak sopan bro. Ngetik seenaknya mereka doang tanpa mikir.

      Hapus

Posting Komentar

Your comment is always important to me. Share di sini!