RottenTomatoes: 33%
IMDb: 6.9/10
IMDb: 6.9/10
Metascore: 52/100
NikenBicaraFilm: 4/5
Rated: PG-13
Genre: Drama, Romance
Directed by Jason Reitman ; Produced by Lianne Halfon, Russell Smith, Jason Reitman, Helen Estabrook ; Screenplay by Jason Reitman ; Based on Labor Day by Joyce Maynard ; Starring Kate Winslet, Josh Brolin, Gattlin Griffith, Tobey Maguire ; Music by Rolfe Kent ; Cinematography Eric Steelberg ; Editing by Dana E. Glauberman ; Studio Indian Paintbrush, Mr. Mudd ; Distributed by Paramount Pictures ; Release dates January 31, 2014 (United States; wide) ; Running time 111 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $18 million ; Box office $14,471,528
Story / Cerita / Sinopsis :
Henry
Wheeler (Gattlin Griffith) tinggal bersama ibunya, Adele (Kate Winslet) seorang
ibu depresif yang telah bercerai dari suaminya. Suatu ketika keduanya sedang
berbelanja di supermarket saat Henry bertemu dengan seorang napi yang baru
saja kabur dari penjara, Frank Chamber (Josh Brolin) yang kemudian numpang
tinggal di rumah mereka – dan bisa ditebak, benih cinta tumbuh antara Frank dan
Adele.
Resensi / Review:
Saya sudah
pernah bilang kan kalau saya penggemar Jason Reitman – dengan film-filmnya yang
ngepop, ringan dan cerdas. But well, Labor Day adalah semacam kebalikan dari
apa yang pernah dilakukan Reitman sebelumnya di filmnya seperti Thank You For
Smoking atau Juno. Labor Day adalah sebuah melodrama yang cukup mendayu-dayu
ala novel Daniele Steel dan Nicholas Sparks, dan mungkin ini yang membuat skor
yang diperolehnya di rottentomatoes cukup telak, 33%. Itulah kenapa sebelum
menonton saya tidak berekspektasi terlalu tinggi, dan sambil menonton berharap
menemukan cacat apa yang membuat film ini mendapat review yang cukup
buruk dari pada kritikus. And guess what, walaupun jelas Labor Day bukan karya Rietman yang paling asyik, tapi film ini tidak seburuk apa yang dicelotehkan oleh para kritikus. Buat saya, Labor
Day tetap sebuah romansa yang romantis untuk ditonton.
Okeee, Kate
Winslet sebagai seorang ibu suburban yang depresif adalah peran yang terlalu
klise untuk dirinya – berulangkali mantan istri Sam Mendes ini main film dengan
peran yang hampir serupa, sebut saja Little Children dan Revolutionary Road.
Agak membosankan memang harus melihat Kate Winslet dengan ekspresi dan karakter
yang serupa, namun saya tidak bisa membayangkan aktris lain yang lebih pas
bermain sebagai Adele selain dirinya. Chemistry yang dihadirkannya dengan Josh
Brolin yang berperan sebagai Frank Chamber juga begitu convincing. Frank yang tampak sangar tapi berhati
lembut adalah sosok karakter “bapak idaman” yang diidamkan siapa aja, sehingga
tidak sulit ketika Frank dan Adele menjadi tokoh sentral yang akan didukung
penonton supaya kisah asmara keduanya happy ending.
Walaupun
Labor Day sekilas seperti kisah asmara antara Adele dan Frank, namun
sesungguhnya Labor Day berkisah mengenai hidup si anak, Henry, yang mendambakan figur
ayah di dalam kehidupannya yang berat – (berusia 13 tahun dan tinggal hanya
berdua dengan ibu yang labil jelas adalah kehidupan yang berat). Sosok Frank yang tiba-tiba dateng tak
diundang dan untungnya berhati baik bisa menjadi figur ayah yang selama ini ia
rindukan, dan menurut saya ini hal yang paling indah dari keseluruhan film
berdurasi hampir 2 jam ini. Gattlin
Griffith yang berperan sebagai Henry memang tidak berakting dengan sangat luar
biasa, namun ia mampu menampilkan kepolosan dan kesenduan yang simpatik.
Setting pinggir
kota pada akhir tahun 80-an, dengan tone warna kekuningan – adalah sebuah
potret kehidupan khas suburban Amerika yang saya obsesikan (saya
bermimpi tinggal di pinggir kota Amerika - semacam menjadi
bagian dari video klip Sprawl II-nya Arcade Fire). Faktor inilah mungkin yang membuat saya cukup
menikmati Labor Day. Reitman mendirect Labor Day dengan sinematografi yang
cukup indah dengan tempo yang agak lambat – dan semakin membuat Labor Day cukup
indah untuk disaksikan.
Sejauh ini
saya tampaknya menyukai Labor Day, namun bukan lantas Labor Day tidak memiliki
cacat. Alur yang lambat memang indah dan melankolis, akan tetapi di lain sisi
alur lambat merusak keseluruhan kesatuan cerita – karena seolah-olah Frank
hadir pada kehidupan Adele dan Henry selama berbulan-bulan, bukan cuma 3 hari.
Waktu 3 hari tampaknya memang terlalu singkat dan mustahil untuk membuat ikatan
yang luar biasa antara Frank dengan Adele dan Henry, namun toh Kate Winslet
pernah melakukannya bersama Leonardo Di Caprio di kapal Titanic. Jika ada yang
complain bahwa asmara yang muncul antara penculik dan korban memang semacam
Stockhlom Syndrome yang tidak logis, saya pikir hal ini bisa terjadi jika
penculikmu adalah napi seksi macam Josh Brolin yang hatinya baik – dan toh
kisah asmara ini jauh lebih realistis daripada jatuh cinta dengan program
komputer (yang saya maksud film Her, tentu saja).
Selain itu
tentu saja kita merindukan naskah cerdas dan badass dari film-film Reitman
sebelumnya, dengan kisah-kisahnya yang quirky dan modern – yang tidak akan kamu
temukan di Labor Day. Mungkin Labor Day adalah sisi lain yang ingin ditampilkan
Reitman supaya karirnya tidak terjebak pada film-film yang hampir serupa, namun
boleh dibilang bahwa Reitman lupa untuk menampilkan sisi segar yang dimilikinya
di film-filmnya sebelumnya. Akan tetapi, selain kesalahan Josh Brolin yang
mencukur kumisnya (tanpa kumis lebat Brolin terlihat konyol), overall Labor Day
bagi saya tetaplah cukup indah.
Overview:
Screw the
critics. Terlepas dari sedikit keklisean sedikit mendayu-dayu, Labor Day adalah
sebuah sajian indah melodramatik dari seorang Jason Reitman. Chemistry Kate
Winslet dan Josh Brolin begitu hidup dan meyakinkan, dan menjadi roh dari Labor
Day. Kamu mungkin akan merindukan humor segar dari film – film Reitman
sebelumnya, tapi bukan berarti Labor Day adalah film yang buruk. Tidak luar
biasa, tapi cukup indah.
Lumayan
BalasHapusBaru selesai nonton , walaupun sudah bertahun tahun masuk list film yg akan ditonton , alhasil baru sekarang bisa diselesaikan .. film yg bagi saya sangat baik dalam segi cerita , walaupun pasti ada cacat dari cerita itu sendiri, dan setuju juga dengan review penulis .
BalasHapus